Optimisme muncul dari pemerintah dan DPR yang mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014. Asumsi pertumbuhan 6 persen dan inflasi 5,5 persen. Pendapatan negara ditargetkan Rp 1.667,14 triliun dengan defisit anggaran 1,69 persen dari produk domestik bruto.
Disebut optimistis karena angka pertumbuhan 2014 lebih tinggi dari tahun ini, yang diperkirakan di bawah 6 persen. Meski demikian, pertumbuhan 6 persen masih di bawah target pertumbuhan 2013, yaitu 6,3 persen.
Perekonomian Indonesia menghadapi sejumlah tantangan berat tahun ini. Kenaikan harga bahan bakar minyak pada Juni lalu, yang berdekatan dengan bulan puasa, menyebabkan inflasi naik tajam, diprediksi di atas 9 persen. Nilai tukar rupiah merosot tajam, sempat menembus Rp 12.000 per dollar AS, dari aras Rp 9.900-an.
Saat ini, nilai tukar relatif stabil pada aras Rp 11.000-an dan nilai tukar yang stabil akan berlangsung sampai tahun depan. Inflasi tahun depan menurun karena efek kenaikan harga BBM sudah terlewati. Pemilu, berdasarkan pengalaman, akan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, pemerintah dan Bank Indonesia masih menghadapi tantangan tidak ringan. Tantangan terbesar adalah menurunkan defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan dalam 22 bulan terakhir mengakibatkan gejolak nilai tukar rupiah saat terjadi gejolak perekonomian dunia karena diiringi defisit transaksi perdagangan.
Salah satu faktor luar yang pengendaliannya tidak di tangan pemerintah dan BI, tetapi berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional adalah jika Bank Sentral Amerika Serikat menghentikan stimulus moneter. Bahkan, hanya rencana Gubernur Bank Sentral AS mengurangi stimulus tersebut telah memerosotkan nilai tukar mata uang negara-negara yang pasarnya tengah berkembang.
Langkah pemerintah mengurangi kenaikan harga BBM bersubsidi dan mengurangi secara bertahap subsidi energi untuk listrik sudah menunjukkan hasil. Beban subsidi BBM berkurang. Namun, tantangan lain adalah naiknya kebutuhan energi seiring dengan berkembangnya ekonomi.
Pemerintah telah membuat sejumlah kebijakan untuk menyehatkan perekonomian. Beberapa pajak dinaikkan, terutama untuk barang mewah impor, dan insentif pajak diberikan untuk industri dengan kandungan teknologi tinggi dan melakukan riset. Bioenergi dari sawit wajib digunakan untuk mengurangi impor minyak diesel.
Dengan kapasitas APBN 2014, pemerintah harus fokus dan memastikan APBN terserap dengan baik dan tidak dikorupsi. BI juga tidak perlu tergesa-gesa mendorong penguatan rupiah untuk memastikan keunggulan daya saing produk Indonesia terhadap mitra-mitra dagang. Semua itu membutuhkan keberanian untuk melanjutkan reformasi mendasar, termasuk dalam kelembagaan dan birokrasi. Hanya dengan itu, ekonomi kita akan tumbuh cepat dan inklusif.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002827660
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar