Pengesahan ditunda setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendengar rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bersifat final dan mengikat. KPU juga mendengar masukan dari partai politik. Pengesahan daftar pemilih tetap (DPT) baru dilakukan 4 November 2013. Itu berarti KPU diberi waktu memastikan DPT berisi daftar pemilih yang memang benar-benar berhak memberikan suara. Memang masih ada perbedaan data antara data di DPT dan data di Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Berdasarkan data DPT terdapat 186.842.533 pemilih, sementara berdasarkan data Sidalih terdapat 186.351.165 pemilih. Ada selisih sekitar 400.000 pemilih!
Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menjamin penundaan pengesahan DPT tidak mengganggu tahapan pemilu berikutnya karena DPT hanya terkait dengan pengadaan logistik pemilu. Penundaan dua minggu mungkin tidak mengganggu tahapan pemilu berikutnya, tetapi siapa yang bisa menjamin setelah 4 November tak ada lagi tahapan pemilu yang diminta ditunda.
Dari sudut pandang berbeda, penundaan tahapan pemilu, dalam hal ini pengesahan DPT, dan seringnya putusan KPU dianulir, baik oleh Bawaslu maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, berpotensi memengaruhi kredibilitas penyelenggara pemilu. Makin kerap KPU menunda atau menggeser tahapan pemilu pasti memengaruhi persepsi publik soal kemandirian KPU itu sendiri.
Kita berharap masa penundaan dua minggu dimanfaatkan KPU seoptimal mungkin membersihkan DPT dari nama-nama orang tak berhak dan orang yang meninggal dunia. Namun, DPT juga harus memastikan orang yang berhak memilih tercantum namanya di DPT, termasuk masukan soal masih banyaknya pekerja Indonesia di luar negeri yang belum tercantum.
Perwakilan parpol, termasuk juga Bawaslu, harus yakin bahwa DPT yang disahkan 4 November 2013 adalah DPT yang betul-betul berisi daftar nama pemilih yang memang berhak memberikan suara pada pemilu 9 April 2014. Pemilih juga harus didorong untuk mau berpartisipasi mengecek, apakah nama mereka sudah tercantum dalam DPT atau belum untuk menghindari permasalahan menjelang pemilu. Dengan kemajuan sistem teknologi informasi, pengecekan nama di situs KPU bukan lagi hal sulit.
Kesemrawutan DPT sebenarnya adalah penyakit laten bangsa ini. Meski setelah Orde Baru berakhir kita sudah menggelar tiga kali pemilu, penyakit laten DPT tetaplah menjadi soal dan terus saja dipersoalkan. Pertanyaannya, apakah kita akan terus menghadapi penyakit laten soal DPT di setiap pemilu. Apakah bukan saatnya kita berpikir menggunakan data KTP elektronik—yang memang masih butuh penyempurnaan—sebagai acuan penetapan DPT pada kemudian hari. Sayangnya, program KTP elektronik masih mengandung banyak masalah.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002806719
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar