Peranan kaum muda, di rentang usia lebih muda sebagai agen perubahan, mengalami titik balik pascareformasi 1998. Era sekitar Proklamasi, era '60-an, '70-an, '80-an, dan '90-an tinggal kenangan heroik. Menurut 73,6 responden, pemuda tidak ikut ambil bagian dalam mewujudkan butir-butir sila Pancasila. Optimistis sekaligus pesimistis.
Melemahnya wacana peranan pemuda, padahal secara kuantitatif keterlibatan mereka dalam bidang praksis politik dan advokasi masyarakat semakin besar, menunjukkan rasa owel kaum tua (>30 tahun) menyerahkan estafet peranan mereka kepada pemuda. Jumlah anggota legislatif terus meningkat, tetapi tetap didominasi kaum tua, pun para calon presiden dan calon wakil presiden yang dijagokan maju dalam tahun 2014.
Tenggelamnya isu kepemudaan menjadi lebih serius ketika didasarkan pada ketidakpercayaan. Bacaan atas kondisi itu identik dengan wacana tentang peranan kaum perempuan dalam politik. Titik simpulnya terletak pada ikhlas dan tidaknya mengalokasikan tempat dan kesempatan dalam pengambilan keputusan-keputusan politik dan praksis pemerintahan.
Kelebihan dalam hal kecepatan pengambilan keputusan dan proses adaptasi tertutup oleh pengingkaran afirmasi kaum tua. Ketidaksiapan, kementakan (kemungkinan), dan serba tanggung dihinggapkan sebagai kesimpulan belum adanya kompetensi sekaligus otoritas dominasi kaum muda sebagai pengambil keputusan-keputusan strategis.
Tanpa sengaja, para gerontolog mengumbar kekuasaan dalam praksis pemerintahan gerontokratis seperti terlihat dari nama-nama capres dan cawapres 2014 yang didominasi kaum tua. Semakin sah pembenaran itu ketika kaum muda sendiri yang memperoleh kesempatan pun tidak kapabel, bahkan lebih ganas nafsu koruptifnya, dan lebih "maju" ikut arus pragmatisme berlebihan.
Merangsang dan menghidupkan semangat dan praksis bisa menghargai kemampuan kaum muda harus direbut oleh kaum muda sendiri. Potensi menjadi generasi emas harus direbut oleh kaum muda sendiri. Dengan memperpanjang usia kaum muda di bawah 40 tahun sehingga persentasenya 60 persen total penduduk Indonesia, potensi itu bisa terwujud dengan sejumlah syarat.
Pertama, kaum tua yang duduk di posisi strategis perlu tinggalkan sikap gerontokratis, dan tinggalkan slogan-slogan pemuasan diri. Kedua, bagi kaum muda—yang incumbent dalam posisi-posisi politik yang strategis—perlu menampilkan kinerja lebih baik dan tidak larut dalam mengumbar nafsu koruptif. Ketiga, manfaatkan kesempatan potensi bonus demografis tanpa menunggu "budi baik" kaum tua.
Kalau ketiga syarat itu terabaikan, semakin tenggelam pula wacana tentang kepemudaan, senyampang itu kaum muda tetap jadi generasi lebay dan memble.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002878551
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar