Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 30 November 2013

TAJUK RENCANA ”Cause Celebre” Dokter Ayu (Kompas)

KITA baca berita unjuk rasa dokter terhadap kolega yang diputus bersalah oleh MA karena menyebabkan kematian Julia Fransiska Makatey, April 2010.
Kasus yang menimpa dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani, bersama Hendry Simanjuntak dan Hendy Siagian, mengenyakkan masyarakat, bukan saja karena munculnya kontroversi medikolegal, melainkan karena tingginya kadar emosi yang menyertai. Menyusul unjuk rasa, ada pelayanan rumah sakit yang terganggu, ada yang biasa saja.

Kita bisa melihat argumentasi tiap-tiap pihak, dalam hal ini yang tertuang dalam pertimbangan kasasi MA dan peninjauan kembali perkara. Argumen dari dokter kita dengarkan. Seperti disampaikan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, dokter sudah berupaya menyelamatkan pasien. Dokter Ayu diputus bebas di Pengadilan Negeri Manado.

Para dokter menilai putusan MA merupakan wujud kriminalisasi dokter. Banyak pula dikemukakan tambahan penjelasan teknis kedokteran, seperti Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Ali Baziad juga Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal Budi Sampurna. Penjelasan itu, antara lain, (jika ada perkara kedokteran dibawa) di pengadilan pidana, seharusnya (pengadilan) mempertimbangkan saksi ahli.

Hakim Agung Artidjo Alkostar berpendapat, tidak ada satu profesi pun yang boleh di atas hukum. Artidjo bersama Dudu Duswara dan Sofyan Sitompoel berpendapat berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, hakim berkesimpulan ada kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal. Falsafah lain yang dikemukakan kalangan dokter ialah tidak ada dokter yang berniat membunuh pasiennya.

Pada sisi lain, kita masih sering mendengar komentar terhadap dokter. Ada yang melayani ala kadarnya, kurang berempati, dan—seperti disinggung harian ini—komunikasi dengan pasien tidak cukup baik.

Pada zaman terbuka, semua soal bisa diverifikasi, termasuk kedokteran. Di sini, peran MKDKI sentral untuk menentukan ada tidaknya kesalahan dokter dalam menerapkan disiplin ilmu dan menetapkan sanksi disiplin. Kita memahami, sejumlah profesi, misalnya pilot dan wartawan, memiliki kode tata laku profesi yang bisa diterapkan manakala ada pelanggaran. Dulu kita mendengar protes saat pilot diadili. Sejumlah pihak berpandangan, tidak ada profesi yang imun terhadap sanksi, termasuk sanksi hukum.

Di sinilah kita perlu introspeksi. Sekali waktu, musibah tak terhindarkan. Namun, yang harus jadi prinsip adalah profesionalitas dalam menjalankan profesi. Meminjam semboyan pilot "langit itu luas, tetapi tidak ada ruang untuk kesalahan". Untuk profesi dokter, kita berharap— sebagaimana juga diharapkan orangtua Julia Fransiska— kasus ini menjadi pelajaran bagi para dokter.

Kita yakin lebih dari sekadar peninjauan kembali, ada semangat lain yang diperlihatkan para dokter, yakni terus meningkatkan pelayanan kepada kemanusiaan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003425790
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger