Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 23 Desember 2013

TAJUK RENCANA: Berhentilah untuk Korupsi!

GUBERNUR Banten Ratu Atut Chosiyah mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menahannya.
Atut dikabarkan menangis saat diperiksa penyidik KPK. Kini, orang nomor satu di Banten itu meringkuk di Paviliun Cendana yang dihuni 16 orang. Hampir tak ada kemewahan yang bisa dinikmati. Media menggambarkan, untuk ke kamar mandi, Atut yang disangka terlibat saat menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar harus antre.

Beberapa hari sebelumnya, anggota DPR, Angelina Sondakh, dikabarkan pingsan saat diperiksa penyidik KPK. Majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar memperberat hukuman politisi Partai Demokrat itu dari 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara. Angelina pun dikenai pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 27,4 miliar.

Memperberat hukuman pelaku korupsi sedang menjadi tren. Majelis banding Pengadilan Tinggi Jakarta Roki Panjaitan memperberat hukuman bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo dari 10 tahun menjadi 18 tahun penjara. Djoko juga harus membayar uang pengganti Rp 32 miliar dan semua asetnya dirampas. Pidana tambahan dikenakan kepada Djoko, yakni mencabut hak politik Djoko untuk memilih dan dipilih sebagai pejabat publik.

Membaca respons atas kisah tersangka korupsi memang ada ungkapan rasa iba. Namun, jika melihat realitas betapa besarnya penyelewengan uang negara yang diambil untuk kepentingan pribadi, juga tertangkap rasa geram dan marahnya publik juga tak tertahankan. Kita sedih, sudah sepuluh tahun rezim ini berperang melawan korupsi, tetapi korupsi tak kunjung berhenti. Data Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, sudah lebih dari 160 pejabat daerah, 18 di antaranya gubernur dan mantan gubernur, tersangkut kasus hukum.

Kita kutip kembali pernyataan penerima Nobel dari Kosta Rika, Oscar Arias Sanchez. Skandal korupsi yang terus terjadi mengecewakan rakyat. Perlawanan dan kudeta dapat saja muncul di sejumlah negara. Partai politik yang merupakan benteng utama demokrasi sedang digoyang oleh kebobrokan dan kian dijauhi warga. Sejumlah survei membuktikan itu. Tatkala partai politik ditinggalkan, demokrasi akan lumpuh!

Kondisi demikian tak kita inginkan. Dalam situasi demikian, imbauan moral kita suarakan: berhentilah korupsi! Tren perberatan hukum akan menegasikan semua kerakusan mendapat harta melalui korupsi. Kewibawaan pejabat luluh lantak ketika terjerat korupsi. Bukan hanya si pejabat, juga keluarganya. Tren pemiskinan koruptor merupakan sinyal peringatan bagi calon koruptor yang masih berencana menjarah uang negara, khususnya menjelang Pemilu 2014.Selain imbauan moral, sistem pencegahan korupsi melalui penerapan perolehan kekayaan secara tidak wajar disita untuk negara (illicit enrichment) dan keharusan bertransaksi melalui bank harus diupayakan untuk mencegah terjadinya korupsi.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003813642
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger