Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 26 Desember 2013

TAJUK RENCANA Diupayakan Hindari Perang Saudara

KEHIDUPAN ratusan ribu warga sipil di Sudan Selatan semakin terancam akibat kuatnya atmosfer bereskalasinya perang saudara.
Upaya-upaya internasional ditingkatkan untuk mengakhiri perang saudara di Sudan Selatan yang dipercaya dalam 10 hari terakhir ini telah menewaskan ribuan orang.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meningkatkan jumlah pasukan penjaga perdamaian di negara termuda di dunia itu hampir dua kali lipat menjadi 12.500 orang.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mendesak Presiden Sudan Selatan Salva Kiir dan pemimpin pasukan antipemerintah Riek Machar untuk menghentikan kekerasan, dan mencoba menggalang dialog politik di antara keduanya.

Upaya mendamaikan kedua tokoh itu penting dilakukan karena pertikaian di antara kedua tokoh itu sudah mengarah kepada perpecahan suku. Salva Kiir berasal dari suku Dinka, sementara Riek Machar dari suku Nuer. Dinka merupakan suku terbesar di Sudan Selatan, sedangkan Nuer merupakan suku kedua terbesar.

Aksi kekerasan di negara itu bermula 15 Desember lalu saat Presiden Kiir menuduh Machar (wakil presiden yang mendampingi Kiir sebelum dipecat pada bulan Juli lalu) merencanakan kudeta. Namun, tuduhan itu dibantah Machar.

Presiden Kiir mengklaim pasukannya berhasil mengambil alih salah satu kota kunci, Bor, dari pasukan antipemerintah. Namun, pasukan antipemerintah dipercaya masih menguasai kota Bentiu. Pertempuran yang terjadi di Sudan Selatan disebutkan telah mengakibatkan produksi minyak di negara itu berkurang 45.000 barrel per hari.

Sempat ada kekhawatiran bahwa akan ada tindakan militer yang dilancarkan terhadap Sudan Selatan setelah tertembaknya pesawat AS yang dikirim untuk mengevakuasi warganya dari Bor. Untunglah kemudian warga AS dapat dievakuasi dari Bor dengan menggunakan helikopter sipil PBB dan AS.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon memperingatkan, apa yang terjadi di Sudan Selatan itu merupakan krisis politik. Itu sebabnya, yang diperlukan di negara itu adalah penyelesaian politik yang damai, dan bukan penyelesaian militer.

Namun, itu merupakan hal tersulit. Machar mempersyaratkan tahanan politik harus dibebaskan sebelum dialog politik diselenggarakan. Sementara Kiir menegaskan, tidak menerima adalah persyaratan tertentu bagi diselenggarakannya dialog politik. Bagaimanapun dialog di antara keduanya harus didorong; berlarut-larutnya konflik berpotensi memicu terjadinya perang saudara.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003845399
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger