Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 26 Desember 2013

TAJUK RENCANA Darurat Kembali di MK

UTUSAN majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta membuat Mahkamah Konstitusi kembali dalam situasi "darurat".
Meski ada pendapat berbeda (dissenting opinion), majelis hakim PTUN Jakarta membatalkan Keputusan Presiden Nomor 87/P tanggal 22 Juli 2013 yang mengangkat Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Majelis PTUN memerintahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencabut keppres itu, mengeluarkan keppres baru sesuai dengan undang-undang.

Ketua Majelis Hakim PTUN Teguh Satya Bhakti tegas menyebutkan, "Keppres No 87/P tahun 2013 batal karena proses seleksi hakim konstitusi yang dilakukan Presiden tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UU MK yang mensyaratkan pemilihan dilakukan secara transparan dan partisipatif."

Faktanya, penunjukan Patrialis Akbar dilakukan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Di sini, peran pembantu presiden berperan dalam penerbitan keppres yang digugat sejumlah aktivis LSM ke PTUN.

Dari sudut pandang legal-positivistik, benar kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva bahwa putusan PTUN belum mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga Patrialis tetap sebagai hakim konstitusi. Namun, dengan argumentasi apa pun, kontroversi keppres soal pengangkatan Patrialis sudah dinilai majelis PTUN tidak sah dan harus dicabut. Ini akan menyangkut legitimasi dari Patrialis sendiri.

Perkembangan terakhir ini membuat kondisi MK kembali darurat. UU MK menegaskan, MK bisa bersidang minimal dengan tujuh hakim konstitusi. Sementara Akil Mochtar sudah diberhentikan, Keppres Patrialis dibatalkan meski Patrialis mengajukan banding, dan hakim konstitusi Harjono akan pensiun pada bulan Maret. "Kedaruratan" MK itu tentunya harus dikaitkan dengan kesiapan MK menyidangkan uji materi UU Pemilihan Presiden dan persiapan MK menghadapi sengketa Pemilu 9 April 2014.

Situasi itu tentunya harus segera direspons secara cepat. Panel Ahli sebagai organ baru yang dibentuk melalui perppu yang sudah disetujui DPR untuk memilih hakim konstitusi harus segera dibentuk dan membuat aturan main. Komisi Yudisial memegang peran sentral untuk pembentukan Panel Ahli yang anggotanya seorang dari DPR, seorang dari Mahkamah Agung, dan empat orang dipilih KY berdasarkan usul masyarakat. Proses itu harus bisa berlangsung cepat karena pengisian hakim konstitusi itu berlomba dengan waktu untuk mempersiapkan MK menghadapi Pemilu 2014.

Kita berharap segala prosedur dan tahapan seleksi hakim konstitusi yang digariskan perppu yang sudah disetujui DPR diikuti agar hakim konstitusi yang dihasilkan mempunyai legitimasi yang kuat, dan tidak lagi dibatalkan. Baik Presiden, DPR, MA, maupun MK harus sama-sama punya komitmen untuk mempersiapkan MK benar-benar siap menghadapi Pemilu 2014.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003837969
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger