Sampai saat ini memang otonomi daerah, dengan desentralisasi pendidikannya, banyak menghambat pemerataan dan pembinaan kompetensi guru di sejumlah daerah sehingga kemajuan pendidikan di Tanah Air ini tidak cepat. Misalnya, di banyak daerah terjadi kekurangan guru. Namun, menambah guru baru tidak mudah karena daerah selalu memprioritaskan anak daerahnya sendiri, padahal di sana tidak tersedia calon guru/lulusan guru. Adapun daerah yang kebanyakan guru mengalami kesulitan juga karena lowongan lapangan kerja guru terbatas dan mereka mau didistribusikan ke daerah yang membutuhkan, tetapi tidak diterima daerah yang bersangkutan.
Secara umum terlihat bahwa daerah yang kondisi sosial ekonominya kuat dan punya perhatian terhadap pendidikan biasanya maju pendidikannya (karena pengadaan guru cepat, pelatihan-pelatihan guru terjadi, termasuk tunjangan guru dinaikkan). Sementara di daerah yang tidak punya dana dan tenaga, pendidikan kurang mendapatkan perhatian. Mereka kekurangan guru dan pengembangan kompetensi guru tidak terjadi.
Kiranya tepat apabila pengurusan guru memang ditangani oleh pusat sehingga pemerataan, pembinaan, dan pelatihan, serta tunjangan sertifikasi guru, dapat lebih lancar yang pada gilirannya dapat menyebabkan pendidikan di seluruh Tanah Air lebih maju. Dengan pengolahan guru ditangani pusat, daerah yang kurang mampu dapat diprioritaskan sehingga mereka dapat mengatasi ketertinggalan dibandingkan dengan daerah yang sudah maju. Dengan sentralisasi juga dimungkinkan daerah tertentu yang berkelebihan guru-guru: didistribusikan ke daerah yang membutuhkan. Keuntungan lain adalah pembinaan guru dapat lebih merata dan guru dari daerah mana pun dapat dikembangkan lewat pelatihan-pelatihan yang dilakukan pusat.
Catatan pelaksanaan
Agar rencana sentralisasi nantinya berjalan lancar dan sungguh mengembangkan pendidikan di Indonesia, beberapa hal menyangkut pelaksanaan perlu diberi catatan. Birokrasi pusat harus profesional. Kendala dengan sentralisasi adalah bahwa urusannya dapat tidak lancar karena pusat menangani wilayah seluruh Tanah Air.
Jadi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu sungguh-sungguh membenahi pelayanan mereka dan melatih pegawainya untuk lebih profesional. Dari beberapa pengalaman, urusan kenaikan jenjang dosen sering terkendala karena lambat pengurusannya di pusat.
Semoga hal ini tidak terjadi dengan pengurusan guru. Barangkali karena sekarang sudah zaman digital, urusan dapat dibantu dengan sistem komputerisasi yang canggih sehingga mengurangi tersendatnya urusan dari daerah ke pusat.
Sentralisasi perlu dibantu dengan dinas pendidikan daerah yang memang gesit dalam melaksanakan program dan sistem pusat. Mereka juga harus profesional dalam melayani guru-guru. Jadi, perlu diusahakan agar dinas daerah nantinya sungguh membantu kelancaran urusan guru, pelatihan guru, distribusi guru; dan bukan sebaliknya, menambah birokrasi yang memperlambat urusan.
Tak ada permainan politik yang kotor dalam urusan guru. Yang dimaksud dengan urusan kotor adalah penempatan tenaga guru di daerah-daerah yang tujuannya tidak mengembangkan daerah dalam hal pendidikan, tetapi untuk kemenangan politik pihak-pihak terkait di pusat. Politik di sini dapat berkaitan dengan politik partai, suku, agama, etnisitas. Jika ini tak diperhatikan, bisa terjadi konflik di daerah dan akibatnya: pendidikan tidak lebih maju, tetapi sebaliknya.
Hal yang penting diperhatikan lagi adalah transparansi dalam aturan main soal guru. Karena sistemnya nasional, penting ada transparansi dalam aturan mengenai penerimaan guru, pelatihan guru, tunjangan guru, dan lain-lain. Dengan segala aturan main yang jelas dan transparan, setiap calon guru dari daerah mana pun dapat mengakses dan ikut dalam perekrutan dan pelayanan guru.
Pusat harus mempunyai perhatian, terlebih kepada daerah yang pendidikannya memang kurang maju. Sentralisasi tujuannya adalah ingin mengembangkan pendidikan di Tanah Air ini lebih baik dan menyeluruh. Jadi, diharapkan para petinggi di pusat yang memikirkan pendidikan sungguh-sungguh berpikir menyeluruh. Mereka diharapkan lebih berpikir untuk membantu daerah-daerah yang memang sangat membutuhkan bantuan pendidikan.
Kompetensi rendah
Dari evaluasi kompetensi guru beberapa waktu lalu, disadari bahwa guru-guru kita banyak yang berkompetensi rendah. Jadi, memang mereka membutuhkan pelatihan, pengembangan, dan peningkatan kompetensi mereka.
Harapannya, dengan sentralisasi, pelatihan guru dapat diadakan lebih sering, misalnya minimal sekali dalam setahun, setiap guru mengalami pelatihan profesinya. Harapannya, guru-guru di daerah terpencil dengan dana yang sedikit juga dibantu mengikuti pelatihan tersebut. Apabila hal ini dapat diadakan secara rutin, sertifikasi akan lebih berdampak menaikkan kompetensi guru.
Cukup banyak guru yang menumpuk di beberapa kota, tidak mau ditempatkan di daerah terpencil, biasanya dengan alasan sepi, gajinya kurang, dan tidak ada kesempatan mengembangkan diri. Barangkali dengan sentralisasi, dapat diadakan tambahan tunjangan kesulitan guru yang bekerja di daerah terpencil, dan juga dimungkinkan mereka nantinya kerap mengalami peningkatan karena sering ada pelatihan yang diselenggarakan pusat.
Semoga pemerataan kebutuhan dan kompetensi guru di seluruh Tanah Air semakin baik sehingga mutu pendidikan di negeri ini semakin maju.
Paul Suparno, Dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003523565
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar