Desakan tersebut dilontarkan Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Navi Pillay, Kamis (23/1) malam. Ia menambahkan, dari 48 warga etnis Rohingya yang tewas itu sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Pillay meminta Pemerintah Myanmar menggelar penyelidikan menyeluruh tentang kerusuhan sektarian yang terjadi awal Januari lalu untuk memastikan para korban dan keluarga mereka mendapatkan keadilan. Ia juga menyebutkan, PBB memiliki informasi yang dapat dipercaya terkait dengan jumlah korban tewas, yang menurut mereka mencapai 48 orang.
Pemerintah Myanmar menolak membenarkan adanya kerusuhan berdarah di Negara Bagian Rakhine, awal Januari lalu. Dalam pernyataan tertulis, juru bicara kepresidenan Myanmar, Ye Htut, meminta agar PBB tidak percaya begitu saja pada laporan dari anggota stafnya di lapangan. Oleh karena, menurut Htut, laporan seperti itu telah merusak reputasi Negara Bagian Rakhine.
Namun, memang Negara Bagian Rakhine, yang berada di bagian barat Myanmar, diketahui menjadi lokasi kerusuhan sektarian berdarah yang sejak 2012 telah menewaskan 277 orang, sebagian besar warga Rohingya.
Dalam laporan tertulisnya, PBB memaparkan kronologi kejadian, yang diawali dengan tewasnya delapan warga etnis Rohingya dalam sebuah serangan di Desa Du Chee Yar Tan, 9 Januari lalu. Empat hari kemudian, seorang polisi setempat terbunuh di desa yang sama. Pelaku diduga berasal dari etnis Rohingya. Kematian polisi itu memicu kemarahan etnis mayoritas. Mereka menyerbu dan mengakibatkan tewasnya sekitar 40 warga etnis Rohingya.
Banyaknya perempuan dan anak-anak yang menjadi korban dari sekitar 48 orang yang tewas itu memancing kecaman dari Menteri Luar Negeri Inggris William Hague dan Wakil Direktur Asia Human Rights Watch Phil Robertson.
Meski Pemerintah Myanmar membantah adanya kerusuhan itu, sebuah organisasi kemanusiaan Dokter Lintas Batas (MSF) menyebutkan, 14 Januari lalu, MSF menerima dan merawat sedikitnya 22 pasien yang terluka akibat kerusuhan.
Dalam situasi saat setiap pihak mengaku benar, tidak ada jalan lain bagi kedua pihak, dalam hal ini Pemerintah Myanmar dan tim PBB, untuk bertemu dan bersama-sama melakukan penyelidikan.
Kita berharap hal ini bisa dilakukan, mengingat saat ini Pemerintah Myanmar adalah sebuah pemerintahan yang demokratis dan bukan lagi pemerintahan yang tertutup. Hanya dengan bekerja sama seperti itulah kebenaran dapat terungkap.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004401935
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar