Kegaduhan tidak hanya terlihat di spanduk, baliho, foto-foto luar biasa besar orang-orang mejeng di jalan-jalan protokol, ramainya iklan di media cetak, elektronik, dan digital, tetapi juga panggung kampanye dengan berbagai gaya karbitan para juru kampanye.
Bahasa kampanye menjelang pemilu legislatif sama: jualan diri. Lebih kurang menampilkan keunggulan diri (partai) terhadap yang lain. Pendek kata, jualan kecap dengan trademark "tak ada kecap nomor dua". Selalu dilengkapi dengan penyanyi-penyanyi penghibur, bagi masyarakat umum panggung kampanye tidak lebih dari panggung hiburan.
Tidak semua kampanye adalah hoax (bohong), tidak juga seluruhnya benar dan jujur. Benar dalam arti janji-janji itu dipenuhi, jujur dalam arti yang dikatakan sebagai cerminan niat dan hati kecil. Nafsu besar caleg, capres-cawapres, dan partai untuk menang bisa membuat makna kampanye runtuh oleh kebohongan atas nama kejujuran dan janji-janji manis yang siap dimungkiri.
Kampanye dan kontestasi itu ajakan berpartisipasi. Partisipasi adalah syarat minimal demokratisasi (Robert Dahl). Keduanya merupakan keharusan setiap proses pileg dan pilpres. Dalam suasana serba transparan dan kemajuan teknologi modern sekarang, kebohongan gampang terkuak.
Sindir-menyindir dan saling menjelekkan di atas panggung segera terlihat oleh kenyataan di balik panggung. Barangkali tidak terbukti oleh kegairahan ikut kampanye, tetapi ketika mencobloskan paku ke pilihannya pada 9 April nanti. Masyarakat semakin cerdas dan melek, selain oleh ketersediaan sarana, pengetahuan, dan kemuakan, juga oleh ketajaman hati.
Demokrasi tidak selesai dipenuhi secara prosedural (Huntington), tetapi juga terlaksana dalam suasana bebas, adil, dan rahasia. Posisi wasit semacam KPU dan Bawaslu diperlukan agar ikut menjaga prosedur dipenuhi dan dijalankan tanpa kebohongan, apalagi disertasi sikap dan langkah keberpihakan kepada kontestan tertentu.
Terpenuhinya syarat-syarat minimal pileg yang adil, bebas, dan rahasia dikembalikan pada pilihan bebas setiap pemilih dengan tetap mempertimbangkan berbagai kendala yang terus terjadi, seperti kesiapan sarana atau kericuhan administratif. Hasil survei memang bisa tidak mencerminkan realitas, tetapi ketika survei tidak dimuati titipan, hasilnya menguakkan sebagian besar kebenaran. Mengenal sosok-sosok caleg dan partainya, berarti mengingat kembali rekam jejak masing-masing.
Nyepi 2014 sinkron dengan hari-hari menjelang hari-H 9 April. Kita manfaatkan kesempatan ini sebagai introspeksi saat kita ingin ikut serta mengatur masa depan negara dan pemerintahan kita, Indonesia.
Selamat hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1936!
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005740251
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar