Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 15 April 2014

TAJUK RENCANA: Diplomasi Kereta Supercepat (Kompas)

Melihat foto PM Jepang Shinzo Abe dan Dubes AS di Jepang Caroline Kennedy duduk di kereta supercepat memunculkan banyak kesan.
Kesan pertama tentang kereta supercepat dan teknologinya. Kedua, diplomasi yang tersirat dalam foto dan berita yang mengiringinya.

Tentang keretanya, sudah lama kita mendengar kereta supercepat ini. Sebelumnya, kita tahu kereta peluru Shinkansen yang dikembangkan dan dioperasikan di Jepang. Selain itu juga ada train a grande vitesse (TGV), kereta yang dikembangkan dan dioperasikan di Perancis. TGV Atlantique juga pernah diuji coba hingga mencapai kecepatan lebih dari 500 kilometer per jam.

Namun, berbeda dengan kereta supercepat di atas, kereta yang dinaiki PM Jepang dan Dubes AS menggunakan teknologi pengangkatan magnetik (magnetic levitation). Teknologi yang Jerman ikut mengembangkan pada 1980-an ini—seperti namanya—menggunakan prinsip magnetisme, yaitu kutub magnet yang sama akan saling tolak, dan kereta pun akan terangkat dari relnya.

Tanpa menggunakan roda, kereta ini mampu melaju mulus hingga kecepatan 500 km/jam, membuat Jakarta- Surabaya bisa ditempuh sekitar dua jam saja. Malaysia dan Singapura juga berencana mengembangkan jaringan kereta cepat seperti TGV sehingga mereka juga akan punya layanan kereta cepat yang banyak diminati penumpang.

Justru menyimak perkembangan seperti itulah kita juga sebaiknya terus mengembangkan dunia perkeretaapian kita. Dengan demikian, selain tidak ketinggalan dari negara Asia, kita juga bisa memberikan alternatif moda transportasi yang kompetitif dengan pesawat terbang.

Dari sisi diplomasi, perjalanan PM Jepang dan Dubes AS ini tidak terlepas dari rencana Jepang menawarkan kereta maglev kepada AS, negara maju yang belum memiliki jaringan kereta cepat. AS sejauh ini belum mengembangkan layanan kereta cepat, boleh jadi karena mereka nyaman dengan layanan penerbangan atau otomobil.

Dalam perkembangan sempat diwacanakan bahwa kereta bisa jadi alternatif menarik. Misalnya saja, untuk rute Washington DC–New York, KA kompetitif dengan pesawat. Presiden Barack Obama dikutip sudah punya rencana membangun jaringan kereta cepat nasional.

Sejak 1990-an, fungsi diplomatik semakin diperankan secara inkonvensional oleh para diplomat, termasuk duta besar. Mereka tidak saja berdiplomasi urusan politik, tetapi juga ekonomi dan tak jarang bertindak untuk memasarkan produk nasional.

Kini, PM Jepang pun melakukan hal sama untuk kereta maglev. Namun, ditempatkan dalam konteks lebih luas, AS dan Jepang akan terlibat dalam kerja sama lebih luas, lebih-lebih ketika situasi di Asia Timur makin diliputi oleh dinamika politik yang meniscayakan keduanya harus bermitra lebih erat.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006083750
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger