Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 17 April 2014

TAJUK RENCANA Kejahatan terhadap Anak (Kompas)

KEJAHATAN terhadap anak tergolong kejahatan berat karena kejahatan ini berdampak buruk pada masa depan manusia dan kemanusiaan.
Kejahatan seksual yang menimpa MAK (6), siswa Jakarta International School, hanya salah satu kasus. Serangkaian kejahatan serupa terus terjadi. Sebagian besar tidak terekspose, mungkin juga lebih sadistis.

Serupa kejahatan lain terhadap anak, trauma yang dialami korban pemerkosaan paling berat. Tidak hanya fisik, tetapi juga psikologis, dengan aib dan stigma berkepanjangan bagi yang bersangkutan dan orangtuanya.

Virus positif tentang bobot kejahatan terhadap anak perlu terus disebarluaskan, termasuk kekerasan fisik seperti yang dialami Iqbal Saputra (3,5) oleh Dadang Supriatna (29) pada media, Maret yang lalu.

Dua contoh kasus aktual di atas, yang satu kekerasan seksual satunya lagi kekerasan fisik, tentu bukan kasus tersadistis. Banyak yang lebih sadistis, lebih banyak jumlahnya, lebih banyak dibiarkan tak terkuak. Tanpa sengaja, kita, orangtua, pemerintah, dan hamba penegakan hukum, secara etis salah dengan pembiaran semacam ini.

Media massa menjadi sarana menyuarakan niat baik. Namun, media massa tidak bisa bekerja sendiri. Tugas pokok dan jati dirinya adalah mengingatkan agar kasus-kasus serupa tidak terjadi lagi walau "gonggongan" itu sering ibarat berseru di padang gurun karena kasus-kasus kejahatannya selalu berulang terjadi. Meminimalkan, bahkan mencegah, berulangnya kejahatan tidak selesai dengan kesadaran bersama.

Usul Komnas Perlindungan Anak (PA) agar status Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di Polri menjadi Satuan Perlindungan Perempuan dan Anak perlu segera direalisasikan. Peningkatan status itu merupakan langkah nyata terhadap upaya mengurangi, bahkan mencegah, terus berulangnya kembali kejahatan pada anak dan perempuan yang tentu saja perlu diikuti peningkatan kewenangan.

Menghukum berat pelaku kejahatan terhadap anak, apalagi kejahatan seksual, sifatnya kuratif dan reaktif. Sebaliknya, perlu satu gerakan yang menggebrak, satu di antaranya pembentukan Satuan Perlindungan Perempuan dan Anak tersebut.

Komnas PA tentu tidak diharapkan jadi macan ompong atau sekadar berwacana seperti yang dilakukan para politisi. Lembaga ini punya otoritas etis moral tinggi. Komitmen, perhatian, dan berbagai bentuk pembelaannya memberikan jaminan ingin bekerja lebih. Lembaga tidak ingin memberikan jampi-jampi kampanye yang umumnya jualan kecap, tetapi diikuti dengan berbagai inisiatif.

Terus meningkatnya jumlah kejahatan seksual terhadap anak ikut mendorong terbentuknya Satuan Perlindungan Perempuan dan Anak, selain tentu penegakan hukum tanpa kecuali. Sebab, kalau pembiaran ini diterus-teruskan, tanpa kita sadari, kita juga ikut merusak generasi penerus.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006115209
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger