Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 17 April 2014

TAJUK RENCANA Posisi Obama yang Makin Sulit (Kompas)

PRESIDEN Amerika Serikat Barack Obama berada dalam posisi semakin sulit terkait dengan ancamannya yang ditujukan kepada Rusia.
Obama mengancam akan mengambil respons yang keras terhadap campur tangan militer Rusia di Ukraina. Obama pun berulang kali mengancam akan memberlakukan sanksi ekonomi jika Rusia terus berulah di Ukraina. Namun, ancaman Obama itu seperti tidak digubris oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin, seakan-akan, tengah menguji batas kesabaran Obama.

Memang berdiplomasi itu seperti bermain poker. Ada strategi yang harus dijalankan sehingga kemenangan pada akhirnya dapat dicapai. Langkah yang diambil pun harus bertahap. Mulai dari yang paling halus hingga terakhir keras sekali. Sama sekali tidak dianjurkan untuk mengambil langkah keras pada tahap-tahap awal. Diplomasi atau permainan poker tidak mengenal jalan mundur. Sekali langkah keras diambil, pilihan selanjutnya bentrokan bersenjata.

Persoalannya, siapkah Obama mengambil langkah keras terhadap Rusia, misalnya, dengan melakukan penyerbuan militer? Jika Obama tidak siap mengambil sikap keras terhadap Rusia, seharusnya Obama tidak cepat-cepat mengumbar ancaman. Sebaliknya, Putin juga jangan bermain api dengan menguji batas kesabaran Obama.

Tentunya tidak ada seorang pun yang mengharapkan terjadinya bentrokan bersenjata di antara dua negara adikuasa karena dampak dan kerugian yang ditimbulkannya akan sangat besar. Itu sebabnya, negara-negara Barat yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pun agak menahan diri.

Beruntung, aksi perang urat saraf di antara kedua negara adikuasa itu tidak terjadi pada era Perang Dingin (1947-1991). Oleh karena jika terjadi pada era Perang Dingin, bukan tak mungkin akan pecah Perang Dunia III.

Kini, keadaannya sudah jauh berbeda. Saluran komunikasi di antara dua pemimpin negara adikuasa itu terbuka lebar. Maka, selain melalui jalur diplomasi, hubungan antara Obama dan Putin juga dilakukan melalui saluran telepon. Senin (14/4), Obama menelepon Putin dan mendesak agar Putin meminta kelompok bersenjata pro Rusia di Ukraina timur meletakkan senjata dan mengakhiri kekerasan.

Pada saat yang sama, Putin pun mendesak Obama untuk meminta Kiev agar tidak menggunakan kekerasan dalam menghadapi pasukan bersenjata pro Rusia yang menduduki gedung pemerintah di Ukraina timur.

Namun, terbukanya saluran komunikasi di antara dua pemimpin negara adikuasa itu tidak serta-merta membuat posisi Obama mudah. Selain memerlukan komitmen Putin dalam meredam terjadinya konflik di Ukraina, Obama pun memerlukan komitmen dari penguasa Ukraina di Kiev.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006115599
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger