Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 24 April 2014

TAJUK RENCANA Kota Cermin Peradaban (Kompas)

Belasan ribu kios kosong di pusat perdagangan kelas menengah ke bawah di Jakarta dan sekitarnya mengindikasikan pembangunan tidak terencana.
Fakta tersebut berhadapan dengan fakta lain, yaitu sulitnya pedagang pasar mendapat tempat berjualan. Di beberapa pasar yang ramai, seperti Pasar Jatinegara, Pasar Blok G Tanah Abang, Pasar Palmerah, dan Pasar Kebayoran Lama, pedagang kesulitan mendapat kios sehingga membuka toko di tepi jalan.

Selain memperlihatkan perencanaan kota yang tidak matang, suasana kontras tersebut juga menunjukkan melencengnya penerapan konsep pusat perdagangan.

Kosongnya belasan ribu kios adalah pemborosan sumber daya. Bangunan tersia-sia tidak terpakai dan dana untuk pembangunan tidak termanfaatkan produktif. Lebih jauh lagi ada kekhawatiran terjadi gagal bayar pada bank penyalur kredit. Seberapa jauh pengaruhnya pada kesehatan bank bersangkutan, harus dilihat lebih dalam.

Selain pemborosan sumber daya, juga ada ketidakadilan karena tanah tempat bangunan itu berdiri tak dapat memenuhi fungsi sosialnya, yaitu bermanfaat untuk orang banyak, seperti dalam UU Pokok Agraria 1960.

Pilihan strategi pembangunan yang mengarah pada ekonomi pasar bebas menyebabkan penyelenggara pembangunan melupakan fungsi sosial tanah. Tanah menjadi komoditas investasi dan cenderung menjadi barang spekulasi. Pemerintah seperti lenyap ketika dibutuhkan untuk mengatur kepentingan orang banyak, terutama pengusaha kecil dan menengah.

Ironisnya, pasokan dan penawaran tidak selalu berjalan setimbang. Karena menjadi alat investasi dan diserahkan pada mekanisme pasar, kosongnya belasan ribu kios merepresentasikan ketimpangan sosial. Yang membutuhkan tempat berniaga justru tidak mendapatkan yang mereka butuhkan.

Pembangunan gedung-gedung pusat perdagangan yang kios-kiosnya tutup tidak hanya terjadi di Jakarta. Hal ini tidak lepas dari persepsi bahwa kota yang modern dan metropolitan dicirikan oleh berdirinya mal dan gedung-gedung pusat belanja.

Pada sisi lain, gedung pusat belanja tidak serta-merta menampung pedagang karena harganya tak terjangkau pedagang sasaran, letaknya tidak strategis, atau tidak mampu menarik pengunjung sehingga ditinggalkan pedagang.

Kota-kota di Tanah Air terus tumbuh dengan membawa persoalan sama, yaitu pengaturan tata wilayah dan tata ruang. Banyak kota, termasuk Jakarta, tumbuh tanpa perencanaan jelas. Peruntukan wilayah dengan mudah dilanggar dengan akibat kekurangan ruang terbuka hijau. Pada musim hujan kota tergenang, sementara pada musim kemarau kesulitan air bersih.

Kota adalah cermin peradaban masyarakatnya. Membangun kota, termasuk pusat perbelanjaan, dengan bertanggung jawab bagian dari membangun peradaban.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006231291
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger