Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 26 April 2014

TAJUK RENCANA Nasib KTP Elektronik (Kompas)

Niat bangsa ini membuat nomor identitas tunggal dengan meluncurkan KTP elektronik belum sempat terwujud, proyek Rp 6 triliun itu bermasalah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada praktik korupsi di proyek yang berpotensi merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun itu. KPK menetapkan Sugiarto, Pejabat Pembuat Komitmen di Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, sebagai tersangka. KPK menduga ada penggelembungan dana dan manipulasi jumlah penduduk dalam proyek itu.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menghormati langkah KPK meski Mendagri mengaku sudah berhati-hati dalam melaksanakan proyek tersebut. Meski demikian, Mendagri juga mengaku heran dengan adanya temuan KPK bahwa ada penyelewengan dalam KTP elektronik tersebut. Kementerian Dalam Negeri menargetkan pada 2012 sebanyak 172 penduduk Indonesia telah mendapatkan KTP elektronik. Berbagai permasalahan, seperti dikatakan anggota DPR, Hakam Naja, memang selalu menyertai perjalanan KTP elektronik.

Ide KTP elektronik yang memuat nomor identitas tunggal sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk pencegahan korupsi. Setiap warga negara tidak perlu direpotkan dengan berbagai nomor identitas yang berbeda, apakah itu nomor pokok wajib pajak (NPWP), paspor, atau dokumentasi kependudukan lain. Identitas tunggal juga bisa mencegah pemalsuan dokumen kependudukan.

Namun, kenyataannya, dalam pencatatan kependudukan kita, termasuk setelah KTP elektronik diluncurkan, masih dijumpai kekacauan. Bangsa ini sebenarnya mempunyai perangkat dari tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai tingkat nasional yang jika disiapkan secara matang bisa melakukan pencatatan kependudukan secara akurat. Dalam daftar pemilih tetap untuk Pemilu 9 April 2014 masih ditemukan DPT tanpa nomor induk kependudukan (NIK) atau NIK yang tidak standar. Itu adalah salah satu contoh.

Dalam praktik keseharian juga tidak tampak ada perbedaan signifikan perlakuan antara KTP model lama dan KTP elektronik. Mesin pembaca data elektronik dalam KTP elektronik belum tersedia di sejumlah lembaga. Akibatnya, untuk menyelesaikan berbagai urusan, misalnya untuk perbankan, masih dibutuhkan fotokopi KTP seperti yang diberlakukan pada KTP lama. Jika kenyataan itu masih terjadi, lalu di mana kemanfaatan KTP elektronik tersebut? Ada juga warga yang belum mendapatkan KTP elektronik meski perekaman data sudah dilakukan.

Meski proyek KTP elektronik itu kemudian bermasalah dari sisi hukum, kita memandang gagasan nomor identitas tunggal tetap dibutuhkan untuk menertibkan data kependudukan yang berserakan di sejumlah lembaga. Dugaan korupsi dalam proyek itu harus dituntaskan. Siapa pun yang terlibat dan meneguk keuntungan dari proyek tersebut harus dimintai pertanggungjawaban.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006272259
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger