Jumlah korban jiwa masih simpang siur, tetapi diperkirakan 500 sampai 2.700 orang, sementara sekitar 4.000 orang menjadi pengungsi. Kerugian harta benda juga tidak kecil. Tidak habis pikir mengapa begitu banyak korban jiwa dalam tragedi yang menerjang sekitar 300 rumah penduduk desa di wilayah Afganistan timur laut dekat perbatasan Tajikistan itu. Para saksi mata menuturkan, tiba-tiba saja salah satu sisi gunung Abi-Barak ambruk hari Jumat pukul sebelas siang.
Rupanya longsoran dinding gunung menerjang keras permukiman miskin di bawahnya. Penduduk bersama rumah, ladang, dan hewan ternak disapu tanah longsor. Dampak petaka alam itu tergolong luas. Praktis desa yang tersapu tanah longsor tidak kelihatan lagi bekasnya.
Tragedi tanah longsor sebenarnya tergolong sering menimpa Afganistan, yang memang kontur tanahnya penuh kemiringan tajam. Ancaman bencana longsor diperburuk oleh krisis lingkungan berat. Perlu dikemukakan pula, bahaya tanah longsor seperti dialami Afganistan sesungguhnya sesuatu yang dapat dicegah. Tidak seperti gempa yang sulit diramalkan, bencana tanah longsor dan banjir termasuk yang dapat diantisipasi.
Tragedi tanah longsor di Afganistan akhir pekan lalu diperkirakan tidak akan terjadi jika daerah tangkapan air di lereng gunung tidak hilang oleh penggundulan hutan dan pepohonan. Bahaya penggundulan hutan termasuk salah satu tantangan berat bagi Afganistan. Upaya menjaga pelestarian alam menjadi kedodoran karena selama beberapa dasawarsa terakhir negeri itu praktis tidak memiliki pemerintahan yang efektif, yang mampu menjaga ekologi.
Jangankan pelestarian alam, upaya pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat pun kedodoran. Kekacauan politik membuat Afganistan terancam menjadi negara gagal. Secara politik negara itu merdeka dan berdaulat, tetapi tidak memiliki kemandirian dalam banyak bidang, termasuk keamanan. Penjagaan keamanan dalam beberapa tahun terakhir sangat bergantung pada pasukan internasional pimpinan Amerika Serikat.
Masih sulit diperkirakan bagaimana tantangan keamanan Afganistan jika pasukan internasional ditarik mundur pada akhir tahun ini. Lebih-lebih lagi konflik politik dan pertarungan kekuasaan di Afganistan begitu rumit dan polanya berganti-ganti, sulit dibedakan mana kawan dan lawan. Pertarungannya benar-benar oleh semua melawan semua, bellum omnium contra omnes.
Segera terbayang, bencana tanah longsor akhir pekan lalu hanya menambah kesulitan hidup masyarakat Afganistan yang terus-menerus hidup dalam kekacauan politik, kerapuhan keamanan, dan kemiskinan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006437874
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar