Tentu ada masa transisi yang sering kita sebut dengan pancaroba. Jika semua masih normal, Juni sudah kemarau dan hujan tak bisa diharapkan lagi. Ia hanya ada dalam puisi seperti ditulis penyair Sapardi Djoko Damono.
Namun, hingga akhir Juni ini, kita melihat langit selepas tengah hari acap gelap dan hujan lebat pun membuat kota seperti Jakarta kembali tergenang. Cuaca ala musim hujan ini seolah ingin mendinginkan cuaca politik yang cenderung memanas menjelang pilpres nanti.
Fenomena tersebut kontras dengan yang disampaikan ahli cuaca pada awal bulan ini. Saat itu muncul berita bahwa gejala El Nino sudah membayang, cuaca sudah mengering. Malah disebutkan, gejala menyerupai apa yang terjadi pada 1997 ketika arus panas yang berawal dari bagian tropika Samudra Pasifik di lepas pantai Amerika Selatan mulai menimbulkan dampak di Pasifik Barat.
Waktu itu, tidak kurang Menteri Pertanian mengingatkan bahwa petani mungkin akan menghadapi kesulitan. Kesulitan air dan kegagalan panen sudah dibayangkan. Air langka bukan hanya untuk tanaman pangan, melainkan juga untuk kebutuhan sendiri.
Tentu prakiraan itu bukan prakiraan sembarangan karena melibatkan satelit canggih negara maju. Namun, sepekan kemudian, prakiraan itu dikoreksi karena alih-alih musim kemarau, justru hujan lebat yang datang. Ramalan pun dikoreksi bahwa El Nino yang moderat itu—tidak kering sekali tetapi tidak basah—akan telat datang.
Kemarin, kita membaca penjelasan Kepala Subbidang Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto yang menyebutkan, hujan pada musim kering ini bukan sesuatu yang abnormal. Itu disebabkan sejumlah faktor, seperti radiasi matahari yang menyebabkan penguapan tinggi. Jadi, hujan pada Juni bukan kelainan cuaca. Khusus untuk Ibu Kota, Hary meramalkan, meski ada hujan, Jakarta tak akan mengalami banjir lebih jauh, termasuk di daerah yang rawan banjir.
El Nino, yang terjadi secara teratur tiga sampai tujuh tahun sekali, dan akan mengubah pola cuaca dunia, oleh BMKG diperkirakan akan nyata pada Agustus. Namun, apa yang terjadi selama Juli akan menjadi acuan lebih akurat.
Kita sebagai warga di wilayah yang luas dan merupakan wilayah yang ikut dipengaruhi El Nino sepatutnya tidak kehilangan minat untuk terus mengkaji perkembangan cuaca. Sebagaimana kita tuliskan dalam kolom ini awal bulan lalu, adanya persiapan tentu lebih baik dibandingkan tanpa persiapan. Dengan persiapan, petani dapat kita beri saran tanaman apa yang sebaiknya ditanam.
Kita juga tidak jemu untuk menggarisbawahi pentingnya penguasaan ilmu cuaca. Kita cukupi peralatan dan sarana pemantauan cuaca sehingga prakiraan yang dihasilkan BMKG makin akurat dan andal untuk digunakan masyarakat, mulai dari petani, nelayan, hingga warga perkotaan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007502478
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar