Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 20 Juni 2014

TAJUK RENCANA: Pemilu dan Nasib Bangsa (Kompas)

PEMILU Presiden 9 Juli 2014 bukan hanya sekadar memilih presiden dan wakil presiden 2014-2019, melainkan juga mempertaruhkan nasib bangsa.
Kesuksesan Indonesia mengantarkan transisi kekuasaan secara damai pada 20 Oktober 2014 akan mengantarkan Indonesia ke negara dengan demokrasi matang. Gelombang demokrasi yang digulirkan pada 1998 yang dilalui dengan susah payah dan pengorbanan harus bisa digenapkan dengan tahap konsolidasi demokrasi.

Kesuksesan transisi kekuasaan itu akan ditentukan pada proses menuju Pemilu Presiden 9 Juli yang diikuti dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dalam upaya mewujudkan pemilu berintegritas itulah segala potensi kecurangan, sebagaimana diangkat harian ini, Kamis, 19 Juni 2014, harus ditekan seminimal mungkin.

Dalam suasana yang terbuka, dengan kemajuan teknologi komunikasi yang bersifat serentak, rekam jejak calon presiden mudah diketahui dengan cepat serta segala bentuk kecurangan atau penyimpangan dengan cepat tersebar dan melampaui batas teritorial negara. Tersebarnya berbagai model penyimpangan itu akan memengaruhi persepsi publik soal pemilu itu sendiri.

Kita mengharapkan pada tahap kampanye sekarang yang dibutuhkan adalah narasi bagaimana mengantarkan Indonesia ke tujuan negara, seperti tertera dalam Pembukaan UUD 1945, dan bagaimana pula narasi itu bisa diwujudkan oleh calon pemimpin dengan mencermati segala rekam jejaknya. Kampanye hitam melalui selebaran, anjuran untuk menerima uang saat pencoblosan, hanya akan menciptakan suasana tidak kondusif menyongsong 9 Juli dan menjauhkan bangsa dari cita-cita kemerdekaan.

Potensi kecurangan bisa dilakukan ketika kepala daerah menjadi anggota tim sukses pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Dengan modal kekuasaan yang dimilikinya, kepala daerah bisa menggunakan pengaruhnya untuk mengarahkan warganya melalui aparat di bawahnya untuk memilih calon tertentu. Upaya memobilisasi pilihan rakyat dengan menggunakan instrumen kekuasaan ataupun dengan pengaruhnya yang lain pada akhirnya hanya akan mengerdilkan demokrasi itu sendiri.

Berkaca pada pemilu legislatif, tercatat ada 7.184 laporan pelanggaran administrasi, terdapat 935 pelanggaran pada tahap pemutakhiran data pemilih, terdapat 4.581 pelanggaran tahap kampanye, serta 992 pelanggaran pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

Kita sependapat dengan pandangan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno untuk tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Segala bentuk kampanye hitam dan fitnah harus dihindarkan untuk mencegah pertikaian. Untuk itu, otoritas penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Polri, harus menunjukkan kewibawaan dan otoritasnya guna menegakkan aturan-aturan dan hukum pemilu.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007336346
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger