Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 12 Juli 2014

TAJUK RENCANA Mengawasi Rekapitulasi (Kompas)

ESENSI dari sebuah pemilihan umum adalah data atau jumlah suara. Suara telah diberikan rakyat pada Pemilu Presiden 9 Juli 2014.

Kita berterima kasih kepada rakyat pemilih yang telah menggunakan hak pilih dengan penuh kegairahan. Jumlah suara rakyat itulah yang menentukan siapa yang akan memimpin Indonesia. Menurut data yang ada di daftar pemilih tetap, terdapat sekitar 190 juta pemilih di dalam dan di luar negeri. Namun, berdasarkan data hitung cepat lembaga survei, tidak semua pemilih menggunakan hak politiknya. Komisi Pemilihan Umum menargetkan tingkat partisipasi politik pemilu presiden pada angka 75 persen.

Pekerjaan rumah setelah hari pemungutan suara adalah mengawasi penghitungan suara atau rekapitulasi suara secara berjenjang, dimulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Presiden terpilih akan ditetapkan KPU pada 22 Juli 2014 karena memang KPU yang punya otoritas.

Enam hari ke depan adalah titik kritis proses rekapitulasi suara. Komisioner KPU, Ida Budhiati, seperti dikutip harian ini, mengajak masyarakat untuk mengawasi proses rekapitulasi pada tingkat desa/kelurahan dan kecamatan. Bahkan, Ida mengingatkan penyelenggara pemilu untuk tidak coba-coba mendistorsi perolehan suara dan mencederai suara pemilih. Pidana pemilu akan dihadapkan pada penyelenggara pemilu yang terbukti memanipulasi suara rakyat. Dalam pemilu legislatif, jual beli suara juga terjadi. Akan lebih baik kalau KPU mengumumkan tahapan rekapitulasi.

Sejumlah lembaga survei kredibel, termasuk Radio Republik Indonesia, melakukan hitung cepat Pemilu Legislatif 9 April 2014 yang diikuti 12 partai politik. Hasil hitung cepat mereka hampir sama dengan hasil hitung manual KPU. Sejumlah lembaga survei yang mengunggulkan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga telah membuka metodologi, sampel TPS yang mereka ambil, berikut datanya, sampai pembiayaan hitung cepat kepada publik. Kita apresiasi keterbukaan dan kejujuran lembaga survei untuk memberikan keyakinan kepada publik soal metode ilmiah yang mereka gunakan. Kita mendorong dewan etik segera bertindak dengan menginvestigasi terjadinya perbedaan hasil hitung cepat lembaga survei.

Menanti 22 Juli seakan menjadi hari panjang. Kita mengapresiasi KPU yang memindai formulir C1 dan memasangnya pada situs web KPU. Dengan cara itu, publik bisa mengawasi perolehan suara tiap TPS. Dengan keterbukaan itu, semua pihak bisa melakukan rekapitulasi secara mandiri berbasis formulir C1. Keamanan situs KPU harus terus dijaga. Di lapangan, kita berharap pengawas pemilu dan kepolisian serta masyarakat ikut mengawasi rekapitulasi suara dari kemungkinan terjadinya manipulasi atau kesalahan. Dengan sistem rekapitulasi yang transparan, berbagai kecurangan dalam proses rekapitulasi suara akan dengan mudah ketahuan dan itu akan merusak demokrasi.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007798650
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger