Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 08 Juli 2014

TAJUK RENCANA Menuju Pilpres 2014 Damai (Kompas)

BELUM pernah terjadi antusiasme masyarakat dalam politik, terutama dalam Pemilu Legislatif 2014 dan Rabu besok Pemilu Presiden 2014, perlu disyukuri.
Dengan hanya dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, persaingan bisa mengerucut sebagai potensi konflik dua kubu. Apalagi kalau para kontestan atau salah satu pasangan berikut tim suksesnya tergoda melakukan kampanye hitam dan kampanye negatif sebagai strategi merebut kemenangan.

Kalau cara-cara itu terus dikembangkan dan dibiarkan, berpotensi menuju konflik dan kerusuhan, kegairahan pada politik—hasil terbesar reformasi—runtuh. Demokratisasi terjerembab sebagai pembenaran tindakan machiavellis yang dengan mudah mengingatkan kenangan sisi positif otoritarianisme.

Media massa (cetak, elektronik, dan digital) berada di dalam pusaran itu. Media sebagai bagian dari masyarakatnya (Marshal McLuhan) berada dalam kondisi amat rentan, ibarat di atas wot ogal-agil. Posisi dan jati diri media yang terbebas dari kepentingan-kepentingan politik praktis mendapatkan ujian berat. Independensi yang menjadi jati diri media terjebak dalam tataran pragmatis.

Obyektivitas yang subyektif, yang tidak bisa hitam putih, menuntut penyegaran dan penerapan yang pas. Di satu pihak tetap merepresentasikan jurnalisme advokatif sesuai tugas pokoknya, di lain pihak dituntut bisa mengambil posisi secara cerdas dalam kehidupan politik praktis-aktual masyarakatnya.

Tugas media adalah tugas kultural dengan penekanan pada konsientisasi (pencerahan bersama) tentang kondisi yang dihadapi dan dihidupi. Media bukanlah lembaga swadaya masyarakat, bukan juga partai politik. Media senantiasa membutuhkan partner. Keberpihakannya pada gagasan etis-moral adalah untuk kepentingan umum.

Mengambil posisi demikian merupakan langkah sulit, bukan pekerjaan sederhana, juga yang berkaitan dengan sikap dan pandangan politics of values.. Pilihan itu disertai pertimbangan akal sehat, kepekaan, dan komitmen. Peranan yang diambil sekaligus sebagai cara pemaknaan atas kondisi obyektif, faktual, berikut berbagai kemungkinan yang terjadi.

Ketika informasi tidak lagi jadi milik otoritas media mainstream, tetapi juga media-media lain seperti media sosial, media mainstream perlu menyegarkan kembali terjemahan independensinya. Apalagi dalam situasi dan tuntutan yang mengharuskan media mengambil posisi memilih salah satu dari antara dua.

Sesuai jati dirinya, yang bisa dilakukan adalah terus membangun konsientisasi, turunan tugasnya sebagai edukator bagi masyarakat, memperjuangkan nilai-nilai universal kepentingan umum. Terus memotivasi, mengajak dan menyadarkan tentang perlunya Pemilu Presiden 2014 berlangsung aman, adil, damai, dan jauh dari bayang-bayang ketakutan.

Ketuk terus! Frappez toujours! Menggonggong terus!

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007726223
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger