Ketegangan digambarkan meningkat cepat sejak awal pekan ini ketika pejabat Amerika Serikat mengungkapkan, uji coba rudal Rusia melanggar perjanjian tahun 1987 tentang pengawasan dan perlucutan senjata. Tidak dirinci kapan uji coba dilakukan, tetapi AS menganggap percobaan yang dilakukan Rusia sebagai ahli waris utama Uni Soviet sebagai masalah sangat serius. Sejauh ini Rusia belum memberikan reaksi.
Sekadar diingat kembali, Perjanjian Rudal Nuklir Jarak Menengah (INF) tahun 1987 antara lain melarang memiliki, memproduksi, dan menguji coba jenis rudal nuklir dengan jangkauan tembak 500-5.500 kilometer. Perjanjian bersejarah yang ditandatangani Presiden AS Ronald Reagan dan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev waktu itu juga bertujuan memunahkan rudal balistik konvensional.
Sekalipun Uni Soviet sudah dibubarkan akhir tahun 1990-an, INF tetap berlaku untuk AS dan Rusia beserta 11 negara bekas pecahan Uni Soviet. Kesepakatan 27 tahun lalu itu membantu meredakan ketegangan global, yang ikut melapangkan jalan bagi berakhirnya Perang Dingin. AS sudah menyatakan keprihatinan atas percobaan rudal nuklir Rusia, bahkan ingin membahasnya secara terbuka sebagai persoalan serius.
Suka atau tidak, laporan AS tentang uji coba rudal nuklir Rusia telah menambah ketegangan hubungan kedua negara atas pergolakan politik di Ukraina. AS dan negara-negara Barat lainnya menuduh Rusia mendukung gerakan separatis di Ukraina timur. Gerakan separatis itu semakin mendapat sorotan dunia karena menembakkan rudal yang menjatuhkan pesawat MH17 milik Malaysia, menewaskan seluruh 298 penumpang dan awak pesawat.
Ketegangan Rusia-AS dalam krisis politik Ukraina dipandang sebagai sisa-sisa hubungan yang penuh permusuhan era Perang Dingin tahun 1947-1991. Seusai Perang Dingin, hubungan kedua negara pada permukaan terkesan membaik dalam kerja sama ekonomi dan perdagangan. Namun, dalam lapisan lebih dalam, hubungan AS-Rusia tetap menyimpan sisa persoalan Perang Dingin. Dalam ekspresinya, AS dan negara-negara Barat lainnya terus berusaha membatasi ruang pengaruh Rusia di panggung politik dan ekonomi global.
Rusia sangat terusik ketika Barat terus berupaya menanam pengaruh di negara-negara bekas pecahan Uni Soviet. Upaya Barat itu ditantang keras oleh Rusia, seperti terlihat dalam kasus Ukraina, meski harus menghadapi sanksi keras. Segera terbayang, upaya pengucilan Rusia secara berlebihan akan menjadi kontraproduktif. Bukan tidak mungkin Rusia akan menjadi bangsa agresif untuk melampiaskan berbagai kejengkelan dan kemarahannya.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008102025
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar