Tidak kurang dari ekonom Amerika Serikat, Joseph Stiglitz, berkomentar tentang kekuatan para kreditor yang begitu dahsyat, berlebihan, dan sangat menekan negara- negara yang terimpit oleh utang. Sementara Argentina secara tegas menyatakan tidak sudi diperas para kreditor internasional asal Amerika Serikat. Negara Amerika Latin itu menolak membayar bunga utang yang tidak masuk akal dan bermotif memeras.
Kehebohan tak terhindarkan karena sikap penolakan itu mendorong lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) menyatakan Argentina berstatus gagal membayar, default, sebagai bayangan kebangkrutan. Namun, penilaian S&P dibantah Argentina dengan argumentasi, penolakan membayar bunga utang lebih karena tidak sudi diperas para kreditor, yang bermain di air keruh.
Para kreditor internasional dinilai licik dengan mengambil keuntungan dari kondisi Argentina yang terjepit dan tidak berdaya. Proses pengisapan begitu lama membuat Argentina dinyatakan bangkrut karena gagal membayar utang tahun 2001. Sejak itu, Argentina yang berpenduduk 41 juta jiwa praktis tidak bisa melepaskan diri dari lilitan utang, yang kini sudah mencapai 200 miliar dollar AS.
Upaya Argentina melepaskan diri dari tekanan utang tidak banyak berhasil karena hanya mampu mendorong restrukturisasi utang 30 miliar dollar AS. Keruwetan juga tidak berkurang setelah proses restrukturisasi seperti terlihat dalam kasus perusahaan Elliott Management Corp, AS, yang hanya mengeluarkan 170 juta dollar AS untuk obligasi terbitan Pemerintah Argentina, tetapi justru memaksa pembayaran 1,5 miliar dollar AS awal pekan ini.
Argentina menolak tuntutan pembayaran itu karena dinilai sebagai pemerasan. Presiden Argentina Cristina Fernandez de Kirchner menolak status gagal membayar utang karena negaranya masih memiliki kemampuan mencicil utang, seperti terlihat pada pengiriman 539 juta dollar AS pekan ini untuk membayar bunga utang, meski ditolak kreditor AS.
Jelas sekali, beban utang merupakan persoalan pelik yang dihadapi Argentina, lebih-lebih 12 tahun terakhir. Kenyataan ini merupakan kegetiran bagi bangsa Argentina, yang pernah mencapai kemakmuran tinggi, yang praktis setara dengan Eropa Barat, pada pertengahan abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. Proses kemajuan Argentina mengalami kedodoran berat setelah militer mengambil alih kekuasaan tahun 1950-an di tengah berkecamuknya Perang Dingin. Meski rezim militer sudah berlalu, luka dan trauma belum juga dapat dipulihkan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008131937
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar