Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 20 Agustus 2014

TAJUK RENCANA: Permudah Layanan PBB (Kompas)

PAJAK adalah instrumen membiayai pembangunan melalui partisipasi masyarakat sehingga administrasi yang memudahkan pembayaran sangat penting.
Harian Kompas melaporkan, di berbagai daerah kualitas layanan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menurun setelah diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Wajib pajak kesulitan membayar karena pemerintah daerah tidak siap.

Keadaan tersebut menjadi ironi di tengah pernyataan pemerintah tidak mudah meningkatkan penerimaan dan jumlah wajib pajak, sementara kebutuhan dana pembangunan terus meningkat.

Para wajib pajak pasti menginginkan layanan yang memudahkan. Apalagi saat ini tersedia cara pembayaran elektronik melalui anjungan tunai mandiri, internet, melalui layanan pesan singkat telepon seluler, dan banyaknya bank yang bersedia melayani.

Adalah kewajiban warga negara membayar pajak sebagai bentuk partisipasi pembangunan yang hasilnya dinikmati bersama. Di sisi lain, hak warga sebagai pembayar pajak mendapat layanan mudah, cepat, dan aman.

Semangat itu pula yang melahirkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Disebutkan, pada hakikatnya, pembayaran PBB merupakan salah satu sarana perwujudan kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Dalam pengenaannya harus memperhatikan kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan serta ditunjang sistem administrasi yang memudahkan wajib pajak memenuhi kewajiban membayar pajak.

Salah satu keluhan wajib pajak adalah terbatasnya bank dan loket yang melayani pembayaran PBB. Dapat dimengerti apabila ada pemerintah daerah menginginkan pembayaran dilakukan di bank pembangunan daerah (BPD) agar BPD dapat menghimpun dana murah dari pihak ketiga untuk memperkuat likuiditas.

Meski demikian, keinginan tersebut jangan sampai mengalahkan layanan kepada wajib pajak. Pemerintah daerah wajib meningkatkan kualitas layanan. Pelayanan yang tidak memuaskan akan menjadi alasan wajib pajak menunda atau tidak memenuhi kewajibannya.

Pertanyaan juga akan tertuju pada penetapan besaran PBB. Menjadi rahasia umum harga tanah dikendalikan spekulan dan mekanisme pasar. Apabila itu menjadi acuan, menimbulkan pertanyaan tentang pemenuhan kewajiban konstitusi pemerintah untuk kebutuhan dasar masyarakat dan rasa keadilan rakyat banyak.

Yang juga harus dijelaskan transparan kepada masyarakat adalah manfaat membayar pajak, termasuk PBB, di tengah kenyataan layanan publik belum memuaskan, sementara biaya pegawai pemerintah terus membengkak dan korupsi belum mereda. Di alam demokrasi, rakyat semakin sadar akan haknya selain kewajiban. Jangan sampai niat baik masyarakat membayar pajak terhalang kerja birokrasi yang tidak peka kebutuhan rakyat.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008411021
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger