Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 18 Agustus 2014

TAJUK RENCANA Pertolongan atas Libya (Kompas)

KEKACAUAN sosial politik dikhawatirkan akan bertambah runyam di Libya jika tidak segera dilakukan upaya menghentikan pergolakan bersenjata.
Berbagai upaya tampaknya sudah dilakukan untuk menghentikan kekacauan dan pergolakan senjata, yang praktis tidak pernah surut selama tiga tahun terakhir. Rupanya kondisi sudah begitu memburuk sampai-sampai parlemen Libya pekan lalu meminta intervensi asing untuk melindungi masyarakat sipil dari bentrokan mematikan antarmilisi yang beringas.

Ratusan orang dilaporkan tewas di Tripoli, ibu kota negara, dan Benghazi, kota terbesar kedua, dalam bentrokan antarmilisi dalam bulan Juli dan Agustus ini. Kondisi Tripoli yang begitu tegang memaksa parlemen bersidang di luar ibu kota pekan lalu. Melalui pemungutan suara, parlemen dengan dukungan 111 dari 124 anggota tidak hanya meminta intervensi asing, tetapi juga mengeluarkan dekrit larangan atas segala milisi. Namun, masih dipertanyakan efektivitas putusan parlemen.

Seruan meminta bantuan asing termasuk jarang bagi negara berdaulat dan merdeka, yang senantiasa menolak campur tangan asing. Permintaan macam itu mempertaruhkan harga diri bangsa. Jika tidak terpaksa sekali, parlemen Libya diyakini tak akan meminta bantuan asing. Sejauh ini belum ada tanggapan dunia luar atau PBB. Dunia Barat selama ini lebih memprihatinkan pergolakan di Mesir dan Suriah, sementara perhatian masyarakat global lebih tercurah pada masalah Perang Gaza dan gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).

Dengan memperhatikan jeritan parlemen Libya, masyarakat dunia perlu menaruh perhatian terhadap kekacauan dan kekerasan yang praktis tak pernah surut sejak kejatuhan penguasa Moammar Khadafy tahun 2011. Semula diharapkan kejatuhan Khadafy yang otoriter akan melapangkan jalan bagi Libya dalam proses demokratisasi. Namun, dalam perkembangannya, pergolakan senjata dan kekacauan sosial terus berlangsung.

Pemerintahan transisi tampaknya tidak mampu menghadapi tekanan kaum milisi, yang mengobarkan kekerasan. Aparat keamanan digambarkan kurang berdaya dan lemah dibandingkan dengan kekuatan kaum militan. Dekrit parlemen yang melarang semua kelompok milisi lebih bersifat simbolik karena efektivitasnya dipertanyakan. Kekuatan pemerintahan transisi tidak dapat diandalkan untuk menegakkan ketertiban dan hukum.

Kekacauan yang dihadapi sekarang ini tentu saja membuat sebagian masyarakat Libya mengenang kembali era kekuasaan Khadafy yang tenang, tenteram, tanpa pergolakan. Namun, bangsa Libya tidak dapat bergerak mundur lagi ke era yang penuh penindasan, terutama karena ketenangan pada era Khadafy tercapai dengan memasung kebebasan, hak asasi, dan demokrasi.


Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008386055
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger