Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 23 September 2014

TAJUK RENCANA: Kompromi Politik Afganistan (Kompas)

AFGANISTAN memilih jalan tengah untuk mengakhiri krisis politik menyusul pemilihan presiden tanggal 14 Juni, yang diwarnai saling klaim sebagai pemenang.
Hasil pemilihan presiden putaran kedua, 14 Juni 2014—putaran pertama dilaksanakan pada April—menurut penghitungan Komisi Pemilihan Umum Afganistan dimenangi oleh Ashraf Ghani, mantan menteri keuangan. Namun, Abdullah Abdullah, lawan Ashraf Ghani, tidak mau menerima hasil penghitungan suara itu dan menyatakan bahwa pemilu diwarnai kecurangan suara secara masif. Ia berkeyakinan, pemilu diselenggarakan secara tidak fair, terjadi banyak kecurangan.

Ketika kedua kandidat presiden sama-sama mengklaim sebagai pemenang, pada saat itu Afganistan didorong ke situasi dan kondisi kritis. Bayangan perang saudara—pada saat masalah Taliban belum selesai—segera membayang karena kedua kandidat presiden berasal dari etnik berbeda: Ashraf Ghani dari etnik Pashtun, sedangkan Abdullah Abdullah beretnik Tajik.

Padahal, ketika pemilu digelar pada awal April, harapan akan terjadi transisi secara demokratis tergambar jelas. Rakyat Afganistan begitu antusias—sekitar 7 juta dari 12 juta orang yang memiliki hak pilih menurut perkiraan PBB—menggunakan hak pilihnya meskipun di bawah ancaman kelompok Taliban dan dalam iklim yang buruk. Hal itu menunjukkan rakyat memang menginginkan perubahan; menginginkan kehidupan yang lebih baik, kondisi negara yang lebih baik.

Barangkali keinginan rakyat agar terjadi transisi pemerintahan secara aman, damai, dan demokratis serta diakhirinya perang saudara telah mendorong Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah memilih jalan tengah untuk menghindari konflik politik dan konflik bersenjata.

Pada Minggu telah disepakati di antara keduanya untuk berbagi kekuasaan: Ashraf Ghani sebagai presiden sesuai dengan hasil pemilu, sementara Abdullah Abdullah sebagai "pejabat kepala eksekutif" semacam perdana menteri. Namun, kekuasaan tertinggi tetap di tangan presiden.

Memang, keputusan itu tidak sejalan dengan prinsip pemilu demokratis: yang kalah dengan legawa mengakui kekalahannya dan memberikan kesempatan pemenang untuk berkuasa. Namun, barangkali inilah jalan tengah yang bisa diambil saat ini daripada negara jatuh lagi dalam perang saudara; daripada memberikan peluang Taliban untuk memecah belah bangsa.

Akan tetapi, tentu, jalan tengah itu akan membuat persoalan baru, yakni adanya dua pusat kekuasaan di cabang eksekutif. Apakah mereka nanti tak akan bersaing? Selama masih ada rasa saling percaya di antara mereka, jalan tengah itu masih akan bisa berjalan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009039491
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger