Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 15 Oktober 2014

Jokowi dan UUD 1945 Asli (Sabam Leo Batubara)

MENURUT Sayidiman Suryohadiprojo dalam "Pancasila sebagai Kenyataan di Bumi Indonesia" (Kompas, 4/9), selama reformasi UUD 1945 diamandemen empat kali sehingga menjadi konstitusi yang bertentangan dengan Pancasila. Ia menyerukan kepada Joko Widodo agar mengembalikan Pancasila dengan mengkaji ulang UUD 1945.
Amandemen UUD 1945 memang telah menghasilkan puluhan perubahan konstitusi.

Misalnya, Pasal 6A Ayat (1) dan Pasal 7 hasil Amandemen III menyebut, "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat dan hanya boleh memegang jabatannya maksimum dua masa jabatan". Pasal itu sejalan dengan Pasal (2) yang baru, "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD".

Menurut Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang asli, "Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR". Pasal 6 Ayat (2), "Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak." Pasal 7 berisi, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali".

Mengapa ada amandemen? Dalam praktiknya pada era Orde Lama dan Orde Baru, kedaulatan rakyat "dicabut" oleh MPR dan digadaikan kepada Presiden. Presiden menjadi penguasa otoriter. Soekarno oleh MPRS ditetapkan menjadi Presiden RI seumur hidup. Soeharto ditetapkan menjadi Presiden RI dalam tujuh masa jabatan. Presiden menerapkan kebijakan supremasi militer atas sipil, dan ABRI menjadi backing Presiden yang menjadi diktator.

Lewat amandemen, Pasal 30 Ayat (3) dan (4) menjadi landasan konstitusional supremasi sipil atas militer. ABRI/TNI dan Polri tidak berfungsi politik lagi.

Pasal 28A sampai 28J yang baru menjadi landasan konstitusional perlindungan hak asasi manusia (HAM) Indonesia. Sebelumnya tidak ada pasal itu sehingga pada Orde Baru melanggar HAM menjadi kebijakan negara, dengan alasan menjaga stabilitas keamanan.

Pasal 28F yang baru mempertegas bahwa hak berkomunikasi serta hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dilindungi konstitusi. Pers menjadi lebih bebas mengontrol pemerintah.

Maka, permintaan kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mengkaji ulang amandemen konstitusi agar kembali ke UUD 1945 asli, menurut hemat saya, menyesatkan. Kenapa? Karena Jokowi justru produk dari perubahan UUD 1945.

Pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta 2012, finalisnya adalah Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Jokowi-Ahok didukung PDI-P dan Gerindra. Fauzi-Nachrowi didukung Demokrat, PKS, Golkar, PAN, PPP, PKB, dan Hanura.

Kedaulatan rakyat
Hasil kedaulatan rakyat menunjukkan, rakyat dalam pemilihan legislatif hanya memberi 18 persen dari jumlah kursi kepada PDI-P dan Gerindra dan mendistribusikan 82 persen kepada 7 partai pendukung Fauzi-Nachrowi. Namun, dalam pilgub, rakyat yang sama memberikan 53,8 persen suara kepada Jokowi-Ahok.

Di Pilpres 2014 ada Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Jokowi-JK. Prabowo-Hatta didukung Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, dan Partai Demokrat. Jokowi-JK didukung PDI-P, Nasdem, PKB, dan Hanura.

Dalam Pemilihan Legislatif 2014, rakyat mendistribusikan 63 persen suaranya kepada enam partai pendukung Prabowo-Hatta dan hanya 37 persen suara kepada empat partai pendukung Jokowi-JK. Namun, dalam Pilpres 9 Juli 2014, 53,5 persen rakyat yang sama memberikan suaranya kepada Jokowi-JK.

Merespons gugatan Prabowo-Hatta, Mahkamah Konstitusi memutuskan pemenangnya adalah Jokowi-JK. Kewenangan memutus perselisihan tentang hasil pemilu tidak ada di UUD 1945 yang lama, tetapi ada karena amandemen konstitusi.

Mencermati performa sejak jadi Wali Kota Solo, Jokowi memilih tidak berpidato tentang Pancasila, tetapi berkarya nyata yang sarat pengamalan Pancasila. Misalnya, untuk memindahkan pedagang kaki lima Solo ke pasar yang dibangun untuk mereka, dia bermusyawarah dengan mereka lebih dari 50 kali.

Jokowi juga tidak membawa pulang gajinya ke rumah, tetapi mendistribusikannya kepada orang susah. Programnya terkait Kartu Pintar, Kartu Sehat, dan Kampung Deret di Jakarta.

Bukankah semua itu pengamalan Pancasila? Kesimpulannya, meminta Jokowi kembali ke UUD 1945 lama adalah salah arah. Berbeda dengan arah mantan Presiden Soekarno dan Soeharto yang labelnya Pancasila, tetapi kontennya kedaulatan di tangan penguasa rezim.

Sebaliknya Jokowi dalam penyelenggaraan pemerintahan, arahnya berlandaskan ketaatan kepada konstitusi dan demokrasi yang mendengar suara rakyat. Berkat amandemen konstitusi, rakyat pemilik kedaulatan boleh memilih langsung Jokowi menjadi presiden ketujuh RI.

Berikan kesempatan dan dukungan kepada Jokowi untuk melaksanakan gagasannya tentang revolusi mental, memajukan, dan menyejahterakan rakyat dengan membumikan Pancasila.

Sabam Leo Batubara Manggala Pancasila (1996)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009378577
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger