Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 13 Oktober 2014

Pasar dan Kegaduhan Politik (Destry Damayanti)

REAKSI para investor dan pelaku pasar keuangan dalam satu minggu terakhir menjadi indikasi kekecewaan dunia usaha terhadap kegaduhan politik kita.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam 10 hari ini mengalami pelemahan yang cukup dalam sehingga menembus angka Rp 12.280 per dollar AS atau mengalami depresiasi 3 persen. Beruntung Bank Indonesia masih terus menjaga stabilitas rupiah sehingga saat ini tekanan terhadap rupiah masih dapat diredam. Pasar saham kita sejak awal Oktober juga terus mengalami koreksi yang cukup dalam, yaitu sebesar 4 persen, melorot ke 4.900-an dari tertinggi di 5.200-an. Imbal hasil obligasi pemerintah untuk jangka waktu 10 tahun juga mengalami peningkatan hingga 30 basis poin dari 8,2 persen menjadi 8,5 persen, sementara modal asing yang keluar dari kedua pasar ini sudah mencapai Rp 7 triliun sejak awal Oktober.

Apa yang sebenarnya dikhawatirkan para pelaku pasar dan investor? Konflik yang berkepanjangan antara koalisi pendukung Prabowo dan koalisi pendukung Jokowi pada akhirnya diperkirakan dapat menghambat efektivitas pemerintahan Jokowi-JK. Kita semua tahu bahwa segala kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan keuangan negara dan rakyat pasti harus melalui persetujuan DPR. Bisa dibayangkan apabila di DPR masih terjadi dikotomi kekuasaan seperti saat ini, akan banyak program pemerintah yang terganjal di DPR. Akibatnya pemerintah tidak dapat mengakselerasikan pembangunan ekonomi yang sangat dibutuhkan untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik.

Masih ingat dalam memori kita kejadian pada masa pemerintahan almarhum Gus Dur pada awal tahun 2000. Saat itu konflik yang terjadi antara presiden dan DPR akhirnya berujung "dilengserkannya" Gus Dur sebagai presiden oleh DPR. Gejolak politik yang terus terjadi sepanjang pemerintahan Gus Dur menimbulkan sentimen negatif di pasar finansial. Rupiah mengalami fluktuasi dan dalam satu tahun mengalami depresiasi hingga 23 persen dari rata-rata Rp 8.392 pada tahun 2000 menjadi Rp 10.252 per dollar AS pada tahun 2001 dan bahkan sempat melemah hingga Rp 12.000 pada awal 2001.

Demikian pula indeks saham merosot dari puncaknya 700 menjadi sekitar 400 dengan terendah di 343 pada awal 2001. Memang pergerakan pasar yang disebabkan oleh ketidakstabilan politik tersebut dapat cepat berbalik pada tahun berikutnya seiring kondisi politik yang membaik. Namun, kita telah kehilangan momentum karena lebih dari satu tahun waktu kita terbuang hanya untuk konflik yang dibuat oleh kita sendiri. Akankah pemerintahan Jokowi mengalami hal yang sama? Saya masih sangat berkeyakinan bahwa Jokowi-JK tidak akan mengalami hal yang sama. Tentu ada beberapa catatan yang harus dilakukan Jokowi-JK.

Kabinet dan program jangka pendek
Pemerintahan Jokowi tidak perlu berkecil hati karena partai pendukungnya menjadi minoritas di parlemen. Kunci bagi keberhasilan Jokowi-JK ke depan adalah dimulai dengan dibentuknya kabinet Jokowi-JK yang solid yang diisi tokoh-tokoh profesional yang mempunyai integritas tinggi, kapabilitas sesuai dengan bidang yang ditangani, serta dapat mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan golongan atau kelompoknya. Jokowi juga harus realistis dan bisa merangkul para profesional yang merupakan wakil dari partai, termasuk jika diperlukan partai dalam koalisi pendukung Prabowo. "Salam 3 jari" yang sering dikumandangkan Jokowi seyogianya juga tecermin dalam kabinetnya. Persatuan Indonesia tidak hanya tecermin dari rakyatnya, tetapi juga dari para elite politik.

Selanjutnya, kebijakan yang diambil dalam jangka pendek, yaitu dalam dua bulan pertama setelah pelantikan, dapat memengaruhi kepercayaan pasar dan investor. Dengan ruang anggaran yang sempit, Jokowi-JK diharapkan dapat melakukan reformasi anggaran yang lebih produktif dan tepat sasaran. Alokasi subsidi energi yang terlalu besar hingga mencapai sekitar Rp 360 triliun atau 26 persen dari anggaran pengeluaran pemerintah pusat dianggap sudah tidak realistis dan terlebih lagi yang mendapatkan manfaatnya ternyata mayoritas adalah rakyat yang mampu.

Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi harus segera dilakukan dan tidak ditunda pelaksanaannya. Manfaat ekonomi yang diperoleh dengan kenaikan harga BBM ini sangat tinggi, di antaranya adanya peluang memperbaiki sistem subsidi yang lebih ditargetkan bagi kelompok masyarakat miskin, memberikan ruang tambahan bagi alokasi anggaran ke sektor produktif, misalnya infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, meningkatkan efisiensi penggunaan BBM, memberikan disinsentif bagi para penyelundup BBM, dan tentu memberikan kesempatan untuk tumbuhnya energi alternatif, seperti biodiesel, gas, dan energi terbarukan lainnya.

Penyesuaian harga BBM bersubsidi ini juga akan membantu mengurangi ketidakseimbangan di sektor eksternal karena akan mengurangi impor minyak, yang hingga saat ini merupakan salah satu sumber utama defisit di neraca transaksi berjalan kita. Memang dalam jangka pendek kenaikan harga BBM ini akan memberikan tekanan pada inflasi. Namun, dengan pelaksanaan program kompensasi yang tepat sasaran, rakyat kecil tidak akan dirugikan dengan adanya kebijakan ini. Bahkan, dalam jangka menengah, fundamental perekonomian akan lebih baik. Kuncinya adalah komunikasi yang efektif dengan rakyat sehingga rakyat dapat memahami keputusan ini.

Komitmen Jokowi-JK untuk membangun infrastruktur juga akan menjadi perhatian investor. Infrastruktur yang buruk saat ini membuat biaya logistik di Indonesia menjadi salah satu yang termahal di kawasan Asia sehingga menurunkan daya saing Indonesia terhadap negara-negara lain. Dari aspek kesejahteraan masyarakat, implementasi program Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar menjadi suatu tantangan tersendiri bagi pemerintah mendatang. Studi yang dilakukan Bank Dunia menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (HDI) Indonesia masih relatif rendah karena masih minimnya pelayanan dasar di sektor kesehatan dan pendidikan. Akhirnya dari aspek pembiayaan, Jokowi-JK harus dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga dapat menarik minat sektor swasta, baik domestik maupun asing, untuk dapat berpartisipasi dalam program pembangunan pemerintah.

Jika Jokowi-JK dapat secara konsisten melakukan program-program quick-win itu, saya yakin kepercayaan pasar dan investor terhadap pemerintahan Jokowi-JK akan membaik. Bahkan, bukan tidak mungkin partai-partai anggota koalisi pendukung Prabowo akan mendukung kebijakan Jokowi-JK karena seperti kita ketahui bersama bahwa dalam politik tidak ada musuh ataupun teman abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Tentu kita semua berharap bahwa yang menjadi kepentingan abadi kita semua adalah membawa bangsa dan negara Indonesia menjadi lebih baik lagi dan disegani di kancah internasional.

Tantangan besar ke depan
Saya bukan seorang politikus ataupun ahli politik, melainkan masyarakat biasa yang sangat mencintai dan mengharapkan negara dan bangsa Indonesia ke depan menjadi lebih baik serta dapat dipandang oleh negara lain. Apalagi tantangan ekonomi yang akan dihadapi Indonesia akan semakin besar sehingga kita perlu memperkuat fundamental Indonesia dari berbagai aspek, terutama kualitas penduduknya, baik kualitas hidupnya, kesehatan, maupun pendidikan, struktur ekonomi, kondisi infrastruktur, serta perangkat kenegaraan yang dimiliki, termasuk lembaga yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

Di depan mata kita sudah terlihat tantangan yang akan dihadapi dalam jangka pendek, yaitu pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015. Pada saat itu akan terjadi arus bebas untuk barang, jasa, dan modal di antara negara-negara ASEAN. Belum lagi kita akan menghadapi kebijakan normalisasi stimulus di Amerika Serikat yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi domestik kita. Persaingan dunia usaha dengan negara-negara ASEAN juga makin meningkat. Bahkan sebelum pemberlakuan MEA pun kita sudah merasakan serbuan arus barang dan modal yang luar biasa besar dari negara-negara tersebut.

Hal ini dapat dimengerti karena Indonesia, negara terbesar di ASEAN di mana ekonominya (produk domestik bruto/ PDB) mencapai 38 persen dari PDB ASEAN dan jumlah penduduknya 40 persen dari penduduk ASEAN, akan merupakan wilayah sangat strategis bagi pengembangan ekonomi MEA pada masa mendatang. Namun, dalam hal daya saing, Indonesia masih menghadapi permasalahan struktural yang tidak dapat diselesaikan secara singkat. Perlu komitmen, konsistensi, dan kemauan politik yang tinggi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Area yang menyebabkan rendahnya daya saing Indonesia di antaranya efisiensi pasar tenaga kerja, tingkat pendidikan, kondisi infrastruktur, tingkat birokrasi, dan korupsi.

Kita berharap terjadi hubungan yang harmonis dan sinergis di antara penyelenggara negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, sehingga tantangan ekonomi dan sosial yang akan dihadapi pada masa mendatang dapat ditangani dengan baik. Namun, drama politik yang kita lihat 1-2 minggu belakangan ini di Senayan membuat kita makin bertanya-tanya inikah edukasi politik yang akan diberikan kepada generasi penerus kita pada masa mendatang? Kegaduhan politik yang terus terjadi belakangan ini menimbulkan kekhawatiran akan memengaruhi stabilitas ekonomi, keamanan, dan sosial Indonesia dan tentu dapat mengancam kerukunan hidup rakyat Indonesia.

Pada saat sebagian besar rakyat Indonesia dapat menerima perbedaan sikap politik mereka pada pemilu yang lalu, mengapa justru para elite politik kita hingga saat ini belum dapat menerimanya sehingga terbawa pada sikap politik mereka di lembaga legislatif. Grid lock yang berkepanjangan di antara kedua kubu ini hanya akan menghabiskan biaya ekonomi dan energi yang sangat besar sehingga Indonesia dapat kehilangan momentum untuk menjadi negara yang terpandang pada masa mendatang. Jangankan bermimpi menjadi negara ketujuh terbesar di dunia pada 2030 seperti yang diprediksikan beberapa lembaga internasional, menghadapi MEA pun Indonesia akan kedodoran karena kita akan selalu disibukkan urusan internal yang mestinya tak perlu terjadi.

Destry Damayanti Direktur Eksekutif Mandiri Institute

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009378302
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger