Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 10 Oktober 2014

TAJUK RENCANA Australia Tak Ingin Dipecah Belah (Kompas

PEMERINTAH Australia, Rabu (8/10), melarang para pengkhotbah radikal yang menjual ideologi ekstrem mereka datang ke negara itu.
Larangan tersebut dikeluarkan Perdana Menteri Australia Tony Abbott karena ia tidak ingin masyarakat Australia dipecah belah. Abbott menegaskan, Australia akan memberlakukan sistem baru yang lebih ketat, yang membuat para pengkhotbah yang menebar kebencian dilarang memasuki Australia.

"Selama bertahun-tahun, ada berbagai macam orang datang ke negara ini untuk menimbulkan masalah, membuat gangguan, serta memicu konflik antarwarga Australia. Ini akan dihentikan," ujar Abbott. Ia mengatakan, perlu ada koordinasi yang lebih baik antara aparat keamanan dan imigrasi untuk memastikan agar visa semua orang yang dicurigai sebagai bagian dari kelompok radikal ditolak.

Abbott mengatakan, "Kita harus memiliki sistem yang dapat memberikan kartu merah kepada para pengkhotbah yang menyebarkan kebencian, dan menghalangi mereka masuk ke Australia."

Sikap tegas Australia itu dapat dimaklumi mengingat ancaman terorisme terhadap masyarakat negara benua itu sudah sangat dekat. Terorisme bahkan telah hadir di halaman depan Australia. Dalam operasi kontra terorisme terbesar yang pernah dilakukan di Australia, pertengahan September lalu, polisi Australia menangkap 15 milisi yang diduga kuat terkait dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Canberra meyakini bahwa sedikitnya ada 60 warga Australia yang bergabung dengan NIIS dan 100 warga lain diduga bekerja aktif dalam jaringan mendukung NIIS dari Australia.

Pada masa lalu, ancaman terorisme terhadap warga Australia berada di negara lain, terutama Indonesia. Misalnya, ada sebanyak 88 warga Australia di antara 202 orang yang tewas akibat ledakan bom di Paddy's Club dan Sari Club di Jalan Legian, Kuta, Bali, 12 Oktober 2002. Tiga tahun sesudahnya, tepatnya 1 Oktober 2005, bom kedua meledak di Kuta dan Jimbaran, Bali, dari 23 orang yang tewas, ada 4 warga Australia. Daya rusak dan korban bom Bali kedua memang lebih kecil daripada bom Bali pertama. Namun, yang istimewa, saat bom Bali kedua meledak, Abbott, yang waktu itu adalah anggota Parlemen Australia, tengah berada di sana. Abbott berada di Bali untuk meletakkan karangan bunga di Monumen Bali untuk mengenang korban bom Bali pertama.

Kita lega karena walaupun Australia memperketat undang-undang dalam memerangi terorisme, dalam penerapannya Canberra tidak asal main larang.

PM Abbott menegaskan bahwa Canberra hanya akan melarang orang-orang atau organisasi yang jelas-jelas memperlihatkan sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai dan kepentingan Australia.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009381361
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger