Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 07 Oktober 2014

TAJUK RENCANA: Diplomasi Asian Games (Kompas)

OLAHRAGA, sekali lagi, menjadi sarana yang efektif dalam diplomasi untuk perdamaian. Itulah yang terjadi di Semenan- jung Korea, pekan lalu.
Diplomasi olahraga, barangkali, yang paling fenomenal adalah diplomasi pingpong yang dilakukan Tiongkok dan Amerika Serikat, pada awal tahun 1970-an. Dengan mengusung slogan "Friendship First, Competition Second", Tiongkok mengundang tim pingpong AS ke Beijing.

Untuk pertama kali dalam sejarah sejak kemerdekaan Tiongkok, 1949, pada 10 April 1971, tim pingpong AS dan wartawan mengunjungi Tiongkok. Pertandingan persahabatan ini yang kemudian mengawali kunjungan Presiden AS Richard Nixon ke Beijing dan bertemu dengan pemimpin Tiongkok, Mao Zedong, pada 21 Februari 1972 dan dipuncaki dengan hubungan diplomatik kedua negara pada tahun 1979 setelah melewati serangkaian diplomasi pingpong dan pertemuan.

Kini, pesta olahraga Asia di Incheon, Korea Selatan, yang ditutup Sabtu pekan lalu, telah pula menjadi sarana mencairnya hubungan Korea Selatan dan Utara. Pihak Korut menyatakan, dukungan Korsel merupakan "bantuan besar" bagi para atlet Korut dalam Asian Games.

Tidak berhenti sampai di sini. Asian Games juga telah menjadi sarana terbangunnya pertemuan antara para pejabat paling tinggi Korut dan Korsel. Delegasi Korut yang datang ke Korsel dipimpin orang kedua dalam hierarki kepemimpinan negeri itu, yakni Hwang Pyong So. Kedatangan pejabat Korut dari hierarki tertinggi itu disambut Menteri Unifikasi Korsel Ryoo Kihl-jae, yang didampingi antara lain Penasihat Keamanan Nasional Kim Kwan-jin.

Apabila kita lihat dari sudut pandang diplomasi, status pejabat Korut yang ke Korsel itu menunjukkan bahwa Pyongyang benar-benar ingin membuka "jalan yang lebih lebar" bagi terwujudnya perdamaian kedua negara. Hwang Pyong So, selain orang kedua, dalam hierarki politik Korut, juga menduduki jabatan sebagai Wakil Komisi Pertahanan Nasional Korut yang dipimpin Kim Jong Un, pemimpin tertinggi Korut.

Memang, kunjungan Sabtu lalu itu tidak akan dengan cepat mengubah hubungan kedua negara yang sejak lebih dari 50 tahun silam tegang. Itu karena kedua negara tidak pernah menandatangani perjanjian damai setelah terlibat dalam Perang Korea, 1950-1953.

Meski demikian, kita berharap pertemuan Sabtu itu akan mencairkan kembali perundingan perdamaian kedua negara yang sudah lama beku. Pertemuan tersebut juga bisa meredakan ketegangan dua negara serumpun itu dan menyadarkan bahwa perdamaian lebih indah ketimbang ketegangan dan permusuhan.

Memang, jalan panjang yang terjal, berkelok, naik-turun masih harus dilalui kedua negara untuk sampai pada perdamaian, dan mungkin juga bersepakat untuk bersatu.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009326707
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger