Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 29 Oktober 2014

TAJUK RENCANA: Inilah Pilihan Rakyat Tunisia (Kompas)

Kalau pemilu bebas, langsung, dan rahasia adalah ungkapan kebebasan rakyat menentukan masa depannya, itulah yang terjadi di Tunisia.
Hasil pemilu di Tunisia di luar perkiraan. Dalam berbagai jajak pendapat menjelang pemilu, yang unggul—meski tidak banyak dan cenderung tipis—adalah Al-Nahda (Kebangkitan). Inilah partai yang memenangi pemilu pertama setelah Revolusi 2011, yakni Oktober 2011. Ketika itu, Al-Nahda meraih 89 dari 217 kursi di parlemen. Sejak itu, Al-Nahda memimpin pemerintahan sementara serta menyusun konstitusi baru.

Akan tetapi, pemilu kali ini dimenangi Partai Nidaa Tounes (Panggilan Tunisia). Partai yang berideologi nasionalis-sekuler ini baru didirikan tahun 2012, sedangkan Al-Nahda sebagai gerakan didirikan tahun 1981.

Dalam pemilu kali ini, yang akan disusul pemilihan presiden pada 23 November mendatang, Nidaa Tounes meraih 80 kursi, sementara perolehan kursi Al-Nahda turun menjadi 67 kursi.

Mengapa Al-Nahda kalah? Mengapa rakyat lebih memilih memberikan suara kepada Nidaa Tounes, sebuah partai yang didukung kalangan usahawan (sisa-sisa rezim lama), tetapi juga dekat dengan kaum pekerja? Ada banyak sebab, tentunya. Namun, yang pasti, pemilu kali ini telah mempertegas konsolidasi demokratik Tunisia dan lebih memberikan harapan bagi kebangkitan kembali Tunisia.

Perkembangan politik dan keamanan regional (Timur Tengah), baik itu di Mesir, Suriah, maupun di Irak, kiranya memberikan pengaruh kepada rakyat Tunisia saat menentukan pilihan. Radikalisme telah mendominasi situasi di Suriah dan Irak dengan munculnya kelompok bersenjata Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Krisis politik di Mesir, yang berakhir dengan disingkirkannya Persaudaraan Muslim, bisa jadi memberikan masukan kepada rakyat Tunisia.

Rakyat Tunisia memiliki pengalaman, selama Al-Nahda berkuasa—meski terbangun pemerintahan koalisi dengan dua partai sekuler—Tunisia diwarnai oleh kerusuhan radikal bernuansa agama, termasuk penyerangan terhadap Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tunis pada September 2012. Bahkan, dua kali pembunuhan politik. Semua itu, melemparkan Tunisia ke jurang krisis politik.

Semua itu, kiranya, telah memberikan dorongan kepada rakyat untuk memilih partai yang diyakini akan mampu memberikan pertama-tama ketenangan politik dan keamanan, yang pada akhirnya akan memberikan jalan bagi pembangunan ekonomi. Yang dibutuhkan rakyat Tunisia adalah sebuah persatuan nasional ketika rakyat tidak lagi terpilah-pilah atas dasar garis-garis agama. Dengan demikian, cita-cita terbangunnya Tunisia yang demokratik—sebuah sistem politik yang memberikan kebebasan, kesetaraan, dan hak yang sama kepada seluruh rakyatnya—benar-benar terwujud.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009763384
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger