Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 08 Oktober 2014

TAJUK RENCANA: Keputusan Swedia Perlu Didukung (Kompas)

KEPUTUSAN Swedia yang akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat boleh dikatakan merupakan langkah kejutan yang berani.
Swedia adalah anggota lama Uni Eropa, yang umumnya, seperti negara-negara Eropa lainnya, lebih condong kepada Israel dan mendukung kebijakan Timur Tengah-nya AS. Namun, Swedia yang sudah bergabung dengan Uni Eropa sejak 1 Januari 1995, bersama dengan Austria dan Finlandia, memilih jalan lain. Memang sudah ada beberapa anggota Uni Eropa—Bulgaria, Siprus, Ceko, Hongaria, Malta, Polandia, dan Romania—tetapi mereka lebih muda dibandingkan dengan Swedia dalam keanggotaannya di Uni Eropa. Ketujuh negara itu masuk menjadi negara anggota Uni Eropa pada 1 Mei 2004.

Tentu pertanyaan sederhananya adalah mengapa Swedia meninggalkan negara-negara Uni Eropa lainnya dan akan mengakui Palestina? Sebenarnya, keputusan Swedia, seperti dinyatakan oleh PM Stefan Lofven bahwa Swedia akan mengakui negara Palestina, bukanlah tiba-tiba.

Pada tahun 2012, Majelis Umum PBB menaikkan status Palestina dari "pemantau permanen" menjadi "negara pemantau bukan anggota". Keputusan itu diambil setelah dilakukan pemungutan suara. Swedia adalah salah satu negara yang mendukung peningkatan status Palestina itu.

Dengan mendukung peningkatan status Palestina itu, bisa dibaca bahwa Swedia mendukung penyelesaian damai krisis dan konflik Palestina-Israel. Oleh karena itu, berangkat dari titik pandang ini, dapat dikatakan bahwa keputusan Stefan Lofven sangat wajar.

Bagi Swedia—dan juga negara-negara pendukung perdamaian—konflik Palestina harus diselesaikan dengan solusi dua negara melalui negosiasi sesuai hukum internasional. Dengan demikian, pada akhirnya akan muncul dua negara merdeka, berdaulat, dan saling menghormati di Tanah Palestina.

Akan tetapi, selama ini Israel menolak solusi dua negara itu, menolak pengakhiran pendudukan, serta menolak hak Palestina untuk mendirikan negara yang berdaulat dan bebas merdeka. Sikap keras kepala Israel itulah yang telah menjadi penyebab berhenti bahkan buntunya perundingan perdamaian selama ini. Apalagi, sikap tersebut seperti mendapat restu dan dukungan dari AS.

Apabila sikap dan pendirian seperti itu tidak diubah, tak akan pernah ada perundingan internasional yang menghasilkan kesepakatan perdamaian. Oleh karena itu, jalan satu-satunya yang bisa ditempuh untuk mengubah sikap dan pendirian Israel (dan AS) adalah melahirkan gerakan internasional untuk mendukung kemerdekaan Palestina. Inilah pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh negara-negara pencinta damai, termasuk Indonesia. Kita berharap bahwa negara-negara Uni Eropa lainnya akan menyusul langkah berani Swedia itu demi perdamaian.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009342502
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger