Ke-34 menteri, enam di antaranya perempuan dan merupakan gabungan dari politisi dan profesional, dilantik Presiden Jokowi hari Senin, 27 Oktober. Penyusunan kabinet yang diwarnai dengan tarik-menarik kekuatan politik baru bisa rampung enam hari setelah Jokowi dilantik sebagai Presiden.
Ditinjau dari sisi waktu, enam hari menyusun kabinet sebenarnya sama dengan waktu yang dipakai Presiden KH Abdurrahman Wahid saat mengumumkan Kabinet Persatuan Nasional tahun 1999. Sementara pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri dibutuhkan waktu 15 hari untuk menyusun Kabinet Gotong Royong. Adapun pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berlangsung cepat dan diumumkan sehari setelah Yudhoyono dilantik.
Lamanya pembentukan kabinet Jokowi-Jusuf Kalla selain karena tarik-menarik kepentingan juga karena Presiden Jokowi meminta rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang rekam jejak calon menteri. Beberapa calon menteri yang diandalkan mendapat catatan dari KPK. Pelibatan KPK dan PPATK adalah tradisi baru yang dilakukan Jokowi untuk menciptakan kabinet yang bersih.
Kita berharap menteri yang tidak mengalami perubahan organisasi harus bisa langsung bekerja sebagaimana dinyatakan Presiden Jokowi pada pidato pelantikan di MPR. Adapun kementerian yang mengalami perubahan (pemisahan atau penggabungan) kesigapan menata organisasi dibutuhkan agar kementerian bisa langsung bekerja.
Penggabungan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup masih menyisakan pertanyaan dari aktivis lingkungan. Sementara kebakaran hutan yang mengakibatkan bencana asap menuntut penanganan cepat. Belum lagi pemecahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi. Pemisahan dan penggabungan kementerian pasti akan menimbulkan dampak pada organisasi. Begitu juga dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sejumlah menteri yang ditunjuk Jokowi mendapatkan catatan menyangkut rekam jejak dan kompetensi. Ada menteri yang dinilai tepat pada posisinya, tetapi ada juga menteri yang dirasakan tidak pada posisi yang tepat. Keraguan publik itu harus dijawab para menteri dengan bekerja secara profesional dan menempatkan tugas pemerintahan sebagai utama. Harapan itu sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi agar menteri dari partai politik melepaskan jabatan sebagai pengurus parpol. Publik menantikan pelepasan jabatan politisi di kepengurusan partai agar tidak terjadi loyalitas ganda. Kita beri kesempatan kepada Presiden Jokowi dan menterinya untuk bekerja.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009737050
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar