Bentrokan yang terjadi antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian Hongkong, Senin (29/9), tidak membuat pengunjuk rasa mau membubarkan diri. Di sejumlah lokasi, puluhan ribu pengunjuk rasa tetap melanjutkan aksi protes mereka.
Pengunjuk rasa, yang terdiri atas mahasiswa, pelajar, masyarakat sipil, dan aktivis pro demokrasi, menegaskan, mereka menolak membubarkan diri dan akan terus melanjutkan aksi unjuk rasa hingga yang mereka inginkan tercapai, yakni demokrasi sejati.
Kerusuhan itu dipicu oleh keinginan Beijing untuk memeriksa para calon Pemimpin Eksekutif Hongkong lebih dulu sebelum maju dalam pemilihan Pemimpin Eksekutif Hongkong pada tahun 2017 mendatang. Keinginan Beijing tersebut dianggap sebagai mencemari demokrasi Hongkong.
Hingga kini, penanganan aksi unjuk rasa itu masih ditangani aparat kepolisian Hongkong. Tiongkok menempatkan satuan garnisun di Hongkong, tetapi hingga kini Beijing menganggap otoritas Hongkong di bawah Pemimpin Eksekutif Hongkong Leung Chun-ying masih dapat mengatasinya.
Pertanyaannya adalah bagaimana jika aksi unjuk rasa itu terus membesar dan tidak terkendali? Beijing memang dihadapkan pada pilihan yang sulit. Jika penanganannya terlalu lunak, dikhawatirkan aksi unjuk rasa akan semakin membesar. Namun, jika penanganannya terlalu keras, akan menuai protes dari dunia internasional.
Persoalannya, pandangan warga Hongkong tentang demokrasi itu berbeda dengan pandangan warga Tiongkok lain yang terbiasa hidup di bawah sistem pemerintahan totaliter komunis. Itu tidak mengherankan karena Hongkong berada di bawah penguasaan Inggris Raya selama 99 tahun, mulai 1 Juli 1898 hingga 1 Juli 1997. Dengan demikian, warga Hongkong terbiasa hidup dalam sistem demokrasi Barat.
Itu sebabnya menarik untuk dilihat bagaimana Beijing menangani aksi unjuk rasa di Hongkong. Cara pertama yang ditempuh Beijing adalah memperingatkan agar negara lain tidak ikut campur dan membantu aksi unjuk rasa di Hongkong, yang disebutnya sebagai demokrasi ilegal.
Peringatan itu merupakan reaksi atas sikap Presiden Taiwan Ma Ying-jeou yang menyarankan agar Beijing mendengar dengan saksama keinginan rakyat Hongkong. Dan, sikap Inggris, yang mengingatkan bahwa hak warga Hongkong untuk berunjuk rasa dilindungi Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris.
Sangat menarik untuk melihat bagaimana Beijing akan menangani aksi unjuk rasa yang jelas-jelas telah mengganggu perekonomian Hongkong tersebut.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009205462
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar