Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 06 November 2014

TAJUK RENCANA: Pesan dari Burkina Faso (Kompas)

TIDAK  selamanya rakyat di sebuah negara dapat selalu diakali, dibodohi, dan menjadi obyek para pemimpin negara yang tamak kekuasaan.
Itulah kesimpulan kecil dari krisis politik di Burkina Faso yang berujung mundurnya Presiden Blaise Compaore hari Jumat, 31 Oktober lalu. Compaore, yang lari ke Pantai Gading, meraih kekuasaan dengan mengudeta teman karibnya, Presiden Thomas Sankara, bulan Oktober 1987. Sankara tewas dalam kudeta tersebut. Sejak itu, Compaore berkuasa. Ia memenangi pemilu 1991, 1998, 2005, dan 2010.

Selama berkuasa, Compaore berhasil mendominasi, menundukkan lembaga-lembaga negara lainnya: legislatif dan yudikatif. Legislatif didominasi oleh Partai Kongres untuk Demokrasi dan Kemajuan, yakni partainya Compaore. Lembaga yudikatif dikuasai orang-orang Compaore. Bahkan, militer pun dapat dikooptasi dengan diberi gaji lebih tinggi dan keistimewaan-keistimewaan lainnya.

Nafsu kekuasaan yang tak terkendali telah membutakan mata-hati Compaore. Yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana terus mempertahankan kekuasaan yang ada di tangannya. Karena itu, ia memprakarsai untuk mengamandemen konstitusi yang membatasi masa kekuasaan seorang presiden. Compaore ingin masa jabatan presiden tidak perlu dibatasi sehingga dia bisa mencalonkan lagi, nanti kalau masa jabatannya sudah selesai.

Akan tetapi, kali ini rakyat Burkina Faso tidak lagi bisa dipermainkan oleh penguasa. Perubahan politik dan gelombang demokratisasi yang menerjang Tunisia, Mesir, dan Libya dirasakan pula oleh rakyat Burkina Faso, sebuah negara di Afrika Barat. Reformasi politik yang digerakkan oleh kaum muda di Tunisia dan Mesir telah pula menginspirasi kaum muda Burkina Faso untuk bergerak.

Rakyat, terutama kaum muda, bergerak, menyerbu gedung parlemen saat para anggota parlemen pendukung Compaore bersidang untuk membahas amandemen konstitusi. Protes rakyat ini yang akhirnya memaksa Compaore meletakkan jabatan dan melarikan diri ke Pantai Gading. Ini mengakhiri 27 tahun masa pemerintahannya.

Krisis politik di Burkina Faso yang berujung mundurnya Compaore itu memberikan indikasi bahwa kaum muda Afrika sangat tidak percaya kepada para politisi yang sebenarnya adalah orang-orang yang tidak mandiri, yang hanya menjadi alat kekuasaan Compaore belaka. Mereka juga menjadi lebih tegas dalam melawan rezim yang represif.

Selain itu, mereka juga menjadi lebih menyadari hak-haknya dan lebih gigih untuk melindungi konstitusi yang menjamin hak-hak mereka. Barangkali inilah catatan kecil yang bisa dipetik dari krisis politik di Burkina Faso.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009915402
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger