Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 06 November 2014

TAJUK RENCANA: Harapan Ada Titik Temu (Kompas)

SUDAH  lebih dari satu bulan, kekisruhan di DPR belum juga usai. Pimpinan DPR terbelah. Pemilihan pimpinan komisi dipersoalkan.
Masyarakat jengkel dengan perilaku anggota DPR. Kejengkelan sekelompok masyarakat terhadap perilaku DPR itu dilakukan dengan pengajuan pengaduan konstitusional (constitutional complaint)—yang belum ada dasar hukumnya ke Mahkamah Konstitusi—untuk membubarkan DPR. Pengajuan pengaduan konstitusional adalah ekspresi kejengkelan publik terhadap perilaku DPR yang belum juga bisa menyelesaikan masalah internal di lembaga itu.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengharapkan pimpinan DPR bisa bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah di lembaga perwakilan itu. Kekisruhan di DPR diawali penguasaan total pimpinan DPR dan komisi serta alat kelengkapan oleh fraksi penyeimbang tanpa menyisakan satu kursi pun bagi fraksi pendukung pemerintah. Penguasaan DPR oleh fraksi penyeimbang baru pertama kali terjadi dalam sejarah parlemen kita.

Pada masa Orde Baru yang dikenal sebagai rezim tidak demokratis, masih ada representasi dari partai "oposisi" PDI dan PPP di kursi pimpinan DPR. Kita bisa sebut nama Soerjadi (PDI) dan HJ Naro (PPP) pada pimpinan DPR 1987-1992. Ada nama Soerjadi dan Ismail Hasan Metareum (PPP) saat Wahono menjadi Ketua DPR. Ada nama Soetardjo Soerjogoeritno (PDI-P) dan Hamzah Haz (PPP) saat Akbar Tandjung menjadi Ketua DPR 1999-2004. Representasi dari "oposisi" juga tecermin di pimpinan komisi. Penguasaan total itu dimungkinkan setelah DPR 2009-2014 mengubah model pemilihan pimpinan DPR. Pengubahan dilakukan setelah hasil Pemilu 9 April 2014.

Publik lelah dengan kekisruhan DPR yang tak kunjung usai. Publik tidak menyaksikan perdebatan yang berkualitas selain argumentasi legalistik untuk membenarkan posisi masing-masing. Di tengah tipisnya harapan publik, kita menyambut baik pernyataan Ketua DPR Setya Novanto bahwa masalah di DPR selesai pekan ini.

Apa yang dikatakan Setya Novanto, politisi dari Partai Golkar, memberikan harapan kepada publik yang lelah dengan kegaduhan politik yang tak kunjung mereda. Kita mendorong pimpinan DPR menggunakan akal sehat dan semangat musyawarah-mufakat untuk menyelesaikan rebutan kursi alat kelengkapan DPR. Anggota DPR adalah wakil rakyat dan bukan semata-mata petugas partai yang sepenuhnya dikontrol ketua umum partai. Indonesia adalah negara demokrasi dan bukan oligarki.

Kekisruhan DPR membuat penyelesaian pekerjaan rumah tertunda. Padahal, DPR harus segera bekerja dan pekerjaan itu di depan mata. DPR harus menuntaskan nasib Perppu Pilkada yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. DPR harus segera melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap dua calon pimpinan KPK. Kita berharap janji Ketua DPR Setya Novanto untuk menyelesaikan kekisruhan DPR bisa segera terwujud.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009915938
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger