Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 12 Desember 2014

TAJUK RENCANA: Merespons Pelemahan Rupiah (Kompas)

MESKI merupakan gejala global, tren pelemahan berkelanjutan rupiah dikhawatirkan berdampak ke ekonomi dalam negeri jika dibiarkan.
Faktor global berupa membaiknya kondisi ekonomi Amerika Serikat dan meningkatnya sentimen positif terhadap dollar AS menjadi faktor utama penyebab rupiah melemah.

Dari dalam negeri, faktor yang ikut berpengaruh selain tingginya permintaan dollar AS pada akhir tahun adalah prospek pelemahan ekonomi Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan perlambatan ekonomi di Tiongkok dan resesi Jepang—dua pasar utama ekspor kita—yang dipastikan akan berdampak pada ekspor Indonesia.

Konsumsi domestik juga menunjukkan pelemahan sejalan dengan menurunnya daya beli masyarakat akibat inflasi setelah kenaikan harga BBM. Meski neraca transaksi berjalan tak lagi defisit, surplus yang terjadi lebih merupakan gambaran melemahnya ekonomi, tecermin dari pelemahan ekspor dan impor. Meningkatnya tekanan inflasi setelah kenaikan harga BBM ikut direspons negatif pasar.

Pada satu sisi, membaiknya perekonomian AS sebagai salah satu perekonomian terbesar dunia adalah berita gembira, di tengah terpuruknya ekonomi zona euro, resesi ekonomi Jepang, dan melesunya ekonomi Tiongkok.

Namun, di sisi lain, dengan terus membaiknya ekonomi AS, kenaikan suku bunga di AS juga tinggal menunggu waktu. Membaiknya ekonomi dan naiknya suku bunga di AS akan membuat investor menarik dana dari emerging economies (EE) dan mengalihkannya ke AS atau ke aset berdenominasi dollar AS. Artinya, tekanan baru bagi perekonomian dan mata uang EE, termasuk Indonesia.

Pekan lalu rupiah melemah ke kisaran Rp 12.400 dan prediksi terburuk bisa menembus Rp 13.000 dalam waktu dekat. Perlukah kita cemas? Meski berdampak positif pada daya saing produk ekspor kita, melemahnya rupiah juga memukul industri manufaktur karena tingginya ketergantungan terhadap komponen impor. Melemahnya rupiah juga berakibat pada berkurangnya likuiditas domestik serta kian mahalnya harga barang-barang sehingga kian menggerus daya beli dan konsumsi masyarakat, dan pada gilirannya juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Dalam jangka pendek, keberhasilan membawa rupiah keluar dari zona merah, selain tergantung situasi global, juga sangat tergantung respons dalam negeri. Termasuk di sini: membalikkan sentimen negatif masyarakat/pasar, mengatasi kendala yang menghambat dana investasi asing masuk dan hambatan pertumbuhan ekonomi.

Langkah gebrakan yang sudah ditempuh pemerintah baru harus dilanjutkan dan faktor yang membangkitkan sentimen negatif pasar, termasuk situasi politik dan ketenagakerjaan yang kurang kondusif, harus dihindari.

Kita menunggu langkah Bank Indonesia dan pemerintah. Mengingat dampak luas kurs rupiah pada perekonomian, langkah maksimal sebagai sinyal bahwa kita tak akan membiarkan rupiah terus melemah juga harus ditempuh, tanpa harus menunjukkan kepanikan. Koordinasi moneter, fiskal, dan sektor riil menjadi kunci di sini.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010609481
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger