Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 13 Januari 2015

Jangan Musnahkan Jamu (Jaya Suprana)

SEOLAH Kompas menobatkan 2014 sebagai Tahun Jamu. Sebab, pada edisi akhir tahun 2014, pada 31 Desember di halaman 7 dan 16, Kompas memuat naskah ulasan terkait langsung dengan jamu.

Di rubrik Opini, halaman 7, termuat naskah berjudul  "Jamu dan Budaya Nusantara" tulisan Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Di halaman 16 sebagai rubrik Sosok, termuat ulasan Regina Rukmorini mengenai Lasmi yang terpilih sebagai Ratu Jamu Gendong Teladan pada sayembara jamu gendong yang sejak abad lalu diselenggarakan secara rutin oleh Jamu Jago.

Menangkap makna

Melalui profesi jamu gendong, Lasmi  melestarikan jamu di tengah kecamuk gelombang globalisasi dengan estafet menyerahkan tongkat profesi jamu gendong ke generasi muda sesuai judul ulasan, "Membesarkan Generasi Jamu Gendong". Tjandra Yoga Aditama justru eksplisit mengedepankan kebudayaan sebagai kaidah dan matra penelitian dan pengembangan jamu sebagai karsa dan karya kebudayaan Nusantara.

Fakta historis tidak perlu diragukan bahwa sebelum ilmu kesehatan Barat menghadirkan diri di persada Nusantara, dipastikan bahwa masyarakat Nusantara merawat dan membina kesehatan dengan jamu.

Potensi jamu juga tidak perlu diragukan sebab terbukti berhasil merawat dan membina kesehatan para putra-putri terbaik Nusantara, seperti Airlangga, Hayam Wuruk, Gajah Mada, Tribuana Tunggadewi, sehingga tidak hanya sehat walafiat, tetapi juga segar bugar, bahkan gagah perkasa tanpa pernah menggunakan obat-obatan farmasi dan perawatan dokter.

Sungguh membanggakan, bahwa dalam penunaian tugasnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia senantiasa menyadari, maka tidak mengabaikan fakta bahwa jamu merupakan karya kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala.

Pengembangan jamu yang telah didukung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masa SBY semoga dilanjutkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masa Presiden Jokowi, dengan mengajukan jamu ke UNESCO untuk dihormati sebagai  Warisan Kebudayaan Dunia , yang merupakan karsa dan karya kebudayaan bangsa Indonesia.

Memang sewajibnya jamu jangan dibiarkan musnah ditelan neo-imperialisme berkedok globalisasi.  Jangan lengah terhadap  sloganglobal  yang sebenarnya  gombal  negara-negara kuat-ekonomi demi menguasai negara- negara lemah-ekonomi.

Wajar bahwa secara naluriah industri farmasi pasti tidak akan membiarkan diri disaingi, apalagi diungguli industri jamu, maka tidak cuma pasif-defensif, tetapi juga aktif-agresif menyerang demi memusnahkan industri jamu dari permukaan bumi Nusantara. Keagresifan industri farmasi didukung keberpihakan terhadap mazhab ilmu kesehatan Barat,  tersurat dan tersirat pada kebijakan Kementerian Kesehatan terhadap jamu.

Jenjang pengembangan

Kementerian Kesehatan serius dalam meneliti dan mengembangkan jamu. Ini terbukti secara terstruktur, sistematis, dan masif  resmi menerapkan hierarki penelitian dan pengembangan jamu. Sayangnya, meski pada jenjang dasar tetap menggunakan nama jamu, pada jenjang selanjutnya nama jamu mendadak diganti menjadi herbal, bahkan pada jenjang tertinggi nama jamu lenyap sama sekali menjadi fitofarmaka.

Mustahil dimungkiri, istilah herbal terstandar apalagi fitofarmaka berasal dari khazanah ilmu kesehatan Barat yang memang berakar pada lahan kebudayaan bukan Indonesia.  Bisa saja kegalauan saya dianggap over-sensitiveover-acting  urusan sepele, ketinggalan zaman globalisasi, atau sekadar euforia pencitraan nasionalisme membabi buta.

Namun, sebenarnya saya bukan mau bercitra-citra ria  dan meski bentuk tubuh saya mirip babi, tetapi sementara ini belum buta, maka mustahil membabi buta.

Galau saya hanya gejolak sanubari seorang warga Indonesia yang telanjur jatuh cinta pada kebudayaan bangsanya sendiri. Saya galau menyaksikan fakta ironis bahwa setelah jamu susah payah diteliti dan dikembangkan, mendadak nama jamu dipaksa untuk "mengasingkan diri"  menjadi herbal terstandar.

Kenapa tidak bangga menggunakan nama jamu agar jamu yang telah susah payah diteliti dan dikembangkan dapat tetap dibanggakan sebagai jamu?

Alasan bahwa makna herbal dan jamu pada hakikatnya toh sama saja, yaitu ramuan tanaman berkhasiat untuk merawat kesehatan, makin memantapkan keyakinan bahwa istilah jamu benar-benar tidak perlu diganti dengan istilah asing yang toh  memiliki makna sama saja dengan istilah Indonesia.

Akibat jenjang herbal  dihierarkikan lebih tinggi, berarti harkat dan martabat jamu berada lebih rendah di bawah  herbal. Padahal, keduanya bermakna sama saja, hanya istilah yang satu asing dan yang satu Indonesia. Apabila jamu terstandar makin ditingkatkan sampai mencapai jenjang lebih tinggi lagi, sebenarnya bisa saja (kalau mau) istilah jamu dipertahankan menjadijamufarmaka yang jelas lebih terasa Indonesia ketimbang fitofarmaka.

 Jika penelitian dan pengembangan jamu memang bukan bertujuan memusnahkan istilah jamu, tidak ada alasan untuk menolak penggunaan istilah jamu terstandar dan jamufarmaka ketimbang menggunakan istilah asing. Namun, jika niatan penelitian dan pengembangan jamu memang  membasmi istilah jamu dari permukaan Bumi, memang  istilah herbal terstandar dan fitofarmaka harus dipertahankan.

Pandangan progresif jauh ke depan  seperti itu tidak memustahilkan jamu gendong diganti menjadi herbal gendong,   GP Jamu menjadi GP Herbal, industri jamu menjadi industri herbal, bahkan nama Indonesia pun harus siap diganti dengan nama asing  demi lebih modern, keren, dan membanggakan!

Para fundamentalis globalisasi  dan pemerhati modernisasi yang menghendaki bahkan mewajibkan nama jamu dipermodern menjadi herbal, silakan abaikan naskah curahan sanubari saya ini sebagai sekadar ulah anjing menggonggong yang tak berdaya menghambat   kafilah berlalu.

Jaya Suprana Pengusaha Jamu

Sumber:http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011254832  

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

1 komentar:

  1. Jamu adalah Cara Meraciknya, Teknologi dan Proses Canggih Bangsa Nusantara Ini Men Jamu dan Menyajikannya, sedangkan herbal, adalah bahan baku, simplisianya, rempah rempahnya. Men Jamu dan Me raciklah seni hebat dan luar biasa canggihnya milik Nusantara Kita Sejak dahulu, sekarang dan seterusnya...

    Salam Apoteker Jamu Jamoe Indonesia - Nusantara - Dunia

    BalasHapus

Powered By Blogger