Di rubrik Opini, halaman 7, termuat naskah berjudul "Jamu dan Budaya Nusantara"
Di halaman 16 sebagai rubrik Sosok, termuat ulasan Regina Rukmorini mengenai Lasmi yang terpilih sebagai Ratu Jamu Gendong Teladan pada sayembara jamu gendong yang sejak abad lalu diselenggarakan secara rutin oleh Jamu Jago.
Melalui profesi jamu gendong, Lasmi melestarikan jamu di tengah kecamuk gelombang globalisasi dengan estafet menyerahkan tongkat profesi jamu gendong ke generasi muda sesuai judul ulasan, "Membesarkan Generasi Jamu Gendong". Tjandra Yoga Aditama justru eksplisit mengedepankan kebudayaan sebagai kaidah dan matra penelitian dan pengembangan jamu sebagai karsa dan karya kebudayaan Nusantara.
Fakta historis tidak perlu diragukan bahwa sebelum ilmu kesehatan Barat menghadirkan diri di persada Nusantara, dipastikan bahwa masyarakat Nusantara merawat dan membina kesehatan dengan jamu.
Potensi jamu juga tidak perlu diragukan sebab terbukti berhasil merawat dan membina kesehatan para putra-putri terbaik Nusantara, seperti Airlangga, Hayam Wuruk, Gajah Mada, Tribuana Tunggadewi, sehingga tidak hanya sehat walafiat, tetapi juga segar bugar, bahkan gagah perkasa tanpa pernah menggunakan obat-obatan farmasi dan perawatan dokter.
Sungguh membanggakan, bahwa dalam penunaian tugasnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia senantiasa menyadari, maka tidak mengabaikan fakta bahwa jamu merupakan karya kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala.
Pengembangan jamu yang telah didukung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masa SBY semoga dilanjutkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masa Presiden Jokowi, dengan mengajukan jamu ke UNESCO untuk dihormati sebagai Warisan Kebudayaan Dunia , yang merupakan karsa dan karya kebudayaan bangsa Indonesia.
Memang sewajibnya jamu jangan dibiarkan musnah ditelan neo-imperialisme berkedok
Wajar bahwa secara naluriah industri farmasi pasti tidak akan membiarkan diri disaingi, apalagi diungguli industri jamu, maka tidak cuma pasif-defensif, tetapi juga aktif-agresif menyerang demi memusnahkan industri jamu dari permukaan bumi Nusantara. Keagresifan industri farmasi didukung keberpihakan terhadap mazhab ilmu kesehatan Barat, tersurat dan tersirat pada kebijakan Kementerian Kesehatan terhadap jamu.
Kementerian Kesehatan serius dalam meneliti dan mengembangkan jamu. Ini terbukti secara terstruktur, sistematis, dan masif resmi menerapkan hierarki penelitian dan pengembangan jamu. Sayangnya, meski pada jenjang dasar tetap menggunakan nama jamu, pada jenjang selanjutnya nama jamu mendadak diganti menjadi herbal, bahkan pada jenjang tertinggi nama jamu lenyap sama sekali menjadi fitofarmaka.
Mustahil dimungkiri, istilah herbal terstandar apalagi fitofarmaka berasal dari khazanah ilmu kesehatan Barat yang memang berakar pada lahan kebudayaan bukan Indonesia. Bisa saja kegalauan saya dianggap
Namun, sebenarnya saya bukan mau bercitra-citra ria
Galau saya hanya gejolak sanubari seorang warga Indonesia yang telanjur jatuh cinta pada kebudayaan bangsanya sendiri. Saya galau menyaksikan fakta ironis bahwa setelah jamu susah payah diteliti dan dikembangkan, mendadak nama jamu dipaksa untuk "mengasingkan diri" menjadi herbal terstandar.
Kenapa tidak bangga menggunakan nama jamu agar jamu yang telah susah payah diteliti dan dikembangkan dapat tetap dibanggakan sebagai jamu?
Alasan bahwa makna herbal dan jamu pada hakikatnya toh
Akibat jenjang
Jika penelitian dan pengembangan jamu memang bukan bertujuan memusnahkan istilah jamu, tidak ada alasan untuk menolak penggunaan istilah jamu terstandar dan jamufarmaka ketimbang menggunakan istilah asing. Namun, jika niatan penelitian dan pengembangan jamu memang membasmi istilah jamu dari permukaan Bumi, memang istilah herbal terstandar dan fitofarmaka harus dipertahankan.
Pandangan progresif jauh ke depan seperti itu tidak memustahilkan jamu gendong diganti menjadi herbal gendong, GP Jamu menjadi GP Herbal, industri jamu menjadi industri herbal, bahkan nama Indonesia pun harus siap diganti dengan nama asing demi lebih modern, keren, dan membanggakan!
Para fundamentalis globalisasi dan pemerhati modernisasi yang menghendaki bahkan mewajibkan nama jamu dipermodern menjadi herbal, silakan abaikan naskah curahan sanubari saya ini sebagai sekadar ulah
Jamu adalah Cara Meraciknya, Teknologi dan Proses Canggih Bangsa Nusantara Ini Men Jamu dan Menyajikannya, sedangkan herbal, adalah bahan baku, simplisianya, rempah rempahnya. Men Jamu dan Me raciklah seni hebat dan luar biasa canggihnya milik Nusantara Kita Sejak dahulu, sekarang dan seterusnya...
BalasHapusSalam Apoteker Jamu Jamoe Indonesia - Nusantara - Dunia