Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 21 Januari 2015

TAJUK RENCANA Pertanda Buruk dari Golan

SERANGAN dua drone Israel terhadap kendaraan yang ditumpangi para tokoh Hezbollah di Quneitra, Suriah, segera menyulut kecemasan banyak pihak.

Sangat masuk akal kalau banyak pihak yang cemas setelah aksi sepihak Israel itu. Bukan tidak mungkin
serangan mematikan itu—menewaskan Jihad Mughniyah, putra komandan militer Hezbollah yang tewas dalam ledakan bom mobil di Damaskus (2008), dan Komandan Garda Revolusi Iran Mayjen Mohamed Alillah Dadi—akan mengobarkan perang baru antara Israel dan Hezbollah.

Keduanya pernah terlibat perang pada tahun 2006, yang sering disebut Perang Lebanon 2006 atau Perang Lebanon II atau Perang Juli. Perang di perbatasan antara Lebanon dan Israel itu berakhir setelah PBB turun tangan menengahi. Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No 1701, perang yang dimulai 12 Juli 2006 itu diakhiri pada 14 Agustus 2006. Salah satu ketetapan dalam resolusi itu adalah ditempatkannya pasukan penjaga perdamaian PBB, yang Indonesia terlibat di dalamnya.

Siapa pemenang perang itu? Tergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan. Hezbollah menyatakan, mereka memenangi peperangan dan mampu membuat Israel tak berdaya. Israel tentu tidak mau mengakui kekalahan meskipun banyak kalangan di Israel mengatakan bahwa "penanganan perang itu sangat buruk".

Yang pasti, perang itu telah memberikan semangat baru kepada Hezbollah untuk tidak gentar menghadapi Israel. Selain itu, perang tersebut telah membawa kawasan Timur Tengah ke dalam konflik multidimensi. Oleh karena di belakang Hezbollah, diyakini banyak pihak, ada Iran yang memberikan bantuan persenjataan, keuangan, juga latihan militer. Dengan demikian, kalau perang terus berkecamuk, hal itu akan menyeret Iran, juga Suriah, ke dalam peperangan. Hamas pun, yang mempunyai hubungan khusus dengan Hezbollah, akan ambil bagian.

Bagaimana sekarang? Sepertinya, situasi dan kondisi sekarang tidak jauh berbeda meskipun kondisi Suriah sekarang ini tidak seperti tahun 2006. Suriah, yang didukung Hezbollah, tercabik-cabik perang saudara dan sektarian yang tak kunjung henti. Namun, Iran tetap menjadi pendukung utama Hezbollah.

Karena itu, perang atau konflik di Lebanon selatan, markas Hezbollah, atau di Dataran Tinggi Golan, bisa menjadi bentuk pertarungan di antara dua kekuatan yang selama ini bermusuhan, Israel dan Iran (lewat Hezbollah). Dan, konflik itu salah-salah bisa menjadi pertanda konfrontasi tidak langsung di antara dua negara pemilik senjata nuklir. Sungguh mencemaskan.

Tentu, kita berharap hal tersebut tidak terjadi. Sebab, konflik riilnya memang terjadi di Lebanon selatan, tetapi dampaknya akan dapat kira rasakan di Indonesia.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011500615 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger