Tidak habis pikir, perempuan kecil berusia kurang dari tujuh tahun melancarkan aksi begitu nekat dan konyol dengan meledakkan bom yang digendongnya hari Minggu (22/2). Aksinya tidak hanya mengakhiri hidupnya yang masih belia, tetapi juga menewaskan paling tidak tujuh orang dan mencederai belasan lainnya. Tragedi itu menciptakan guncangan dan ketakutan mendalam.

Serangan teroris di sebuah pasar di kawasan Nigeria utara itu tentu saja mengundang sorotan tajam, terutama menyangkut pelakunya yang masih kecil. Anak seumur pelaku bom bunuh diri itu lazimnya suka bermain dan bercanda.

Berbagai kenakalan memang dilakukan di kalangan anak seusianya. Kalaupun kejahatan dilakukan, perbuatan itu lebih dipandang sebagai ekspresi kenakalan berlebihan. Anak-anak memang lebih diasosiasikan dengan kepolosan dan keluguan, bukan kelicikan dan kecurangan.

Tidak kalah mencengangkan, pelaku bom bunuh diri bukan hanya masih bocah, melainkan juga perempuan yang masih imut-imut. Apa pun, perempuan lebih diasosiasikan dengan kelembutan. Secara faktual pula, jarang sekali perempuan jadi teroris. Atas dasar itu, pelaku bom bunuh diri akhir pekan lalu di Nigeria sebenarnya korban gerakan terorisme. Anak kecil itu hanya tampak sebagai pelaku serangan, tetapi sesungguhnya korban terorisme.

Pandangan itu bertolak dari asumsi, bocah perempuan itu melakukan serangan bom bunuh diri karena dibujuk atau dipaksa. Sulit terbayangkan perempuan sekecil itu dapat merancang serangan yang begitu tragis. Sekiranya asumsi itu benar, bahaya terorisme sedang mengancam Nigeria secara serius. Kaum teroris tidak lagi menggalang kekuatan di tingkat orang dewasa dan kaum muda, tetapi mulai merasuk jauh ke lingkungan anak-anak.

Upaya itu terlihat mulai sukses pertengahan Januari lalu ketika seorang anak berusia 15 tahun dilaporkan ikut melancarkan serangan bom bunuh diri, yang menewaskan lima orang dan mencederai puluhan lainnya, dekat pasar di wilayah Nigeria utara. Kalangan muda dan anak-anak menjadi teroris karena dibujuk atau dipaksa. Tidak tertutup kemungkinan, kaum muda dan anak-anak secara instingtif mengikuti kekerasan dan aksi teror kaum dewasa karena kejahatan dan kekerasan bersifat reproduktif.

Aksi kekerasan hanya akan menciptakan mata rantai kekerasan semakin panjang. Nigeria sedang berada dalam belitan mata rantai bahaya terorisme oleh gerakan Boko Haram, yang menewaskan 13.000 orang dan memaksa satu juta orang mengungsi sejak tahun 2009. Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah dalam aksi teroris Boko Haram, yang mengharamkan pengaruh Barat dalam perjuangan mendirikan negara teokratis.