Salah satu kuncinya: kerja keras dan percepatan realisasi APBN Perubahan 2015. Demikian konsensus sejumlah kalangan. Selama ini target pertumbuhan 5,8 persen 2015 dinilai terlalu ambisius. Ini mengingat ekonomi global yang kurang kondusif dengan semua perekonomian utama dunia (kecuali AS) mengalami pelambatan, termasuk Tiongkok dan Jepang sebagai pasar utama ekspor kita.
Tren pemulihan ekonomi AS yang diikuti kenaikan bunga di AS juga memunculkan tekanan tersendiri, termasuk pada rupiah dan indeks saham, karena menyedot dana investasi global ke AS.
Di dalam negeri, proses revisi APBN yang berlarut-larut juga menjadi penghambat segera bisa dimulainya program- program Jokowi-JK. Secara fundamental ekonomi, sesungguhnya tak ada kekhawatiran besar seandainya realisasi APBN bisa segera dikebut dan pemerintah bisa tetap fokus pada agenda prioritas kebijakan ekonominya.
Sejauh ini, dunia usaha, investor, dan konsumen masih menunjukkan kepercayaan tinggi pada pemerintahan dan juga prospek ekonomi dalam negeri. Naiknya kepercayaan konsumen memberi sinyal kemungkinan meningkatnya belanja masyarakat ke depan. Data BKPM juga menunjukkan tren positif investasi. Ini penting mengingat konsumsi domestik dan investasi menyumbang 88,7 persen PDB.
Dari sisi penerimaan, upaya menggenjot rasio dan penerimaan pajak menjadi kata kunci karena 77,8 persen penerimaan masih disumbangkan oleh penerimaan pajak.
Momentum positif pertumbuhan ini akan kian terbuka jika belanja pemerintah juga dioptimalkan. Peluang APBN yang mencapai Rp 2.000 triliun lebih untuk menjadi
Peran stimulus fiskal APBN-P ini bisa dimaksimalkan jika realisasinya bisa dipercepat di awal tahun sehingga mampu menggerakkan ekonomi sepanjang tahun. Penyakit laten kita selama ini, realisasi sering menumpuk di belakang, tak jarang 80 persen di triwulan IV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar