Langkah penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan Presiden Jokowi setelah Mabes Polri menetapkan Ketua KPK Abraham Samad sebagai tersangka pemalsuan dokumen kependudukan dan Bambang Widjojanto sebagai tersangka dalam kasus mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu di persidangan Mahkamah Konstitusi. Sangkaan pidana terhadap Bambang dilakukan saat Bambang berprofesi sebagai advokat.
Berbeda dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang masih mau "menyelamatkan" komisioner KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, Presiden Jokowi membiarkan hukum bekerja atas Bambang dan Abraham. Baik Bambang maupun Samad akan dipanggil sebagai tersangka pada Selasa, 24 Februari 2015. Penetapan tersangka Bambang dan Samad terjadi setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi. Hakim Sarpin Rizaldi telah menggugurkan status tersangka Budi Gunawan.
Tugas Ruki bersama advokat/ahli hukum Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi bersama Zulkarnaen dan Adnan Pandu Praja tidaklah mudah. Di berbagai media sosial, kritik terhadap pelaksana tugas pimpinan KPK terdengar. Ada kekhawatiran terhadap independensi pelaksana tugas pimpinan KPK, termasuk adanya konflik kepentingan.
Keraguan itulah yang harus dijawab Ruki dan kawan- kawan. Pekerjaan rumah pertama yang harus diputuskan adalah bagaimana Ruki bersikap atas putusan hakim Sarpin. Masalah itu terkait dengan status Budi Gunawan. Upaya hukum perlu dipertimbangkan KPK, bukan hanya demi kasus Budi itu sendiri, melainkan demi tersangka korupsi lain yang selama ini kasusnya belum diajukan KPK ke persidangan. Upaya hukum oleh KPK perlu dilakukan agar ada peninjauan terhadap pertimbangan Sarpin yang dinilai sejumlah kalangan telah melampaui kewenangannya sebagai hakim praperadilan.
Putusan praperadilan Sarpin bisa mendorong tersangka korupsi yang pemberkasan perkaranya belum selesai, mengajukan praperadilan. Jika itu terjadi, hal itu akan merepotkan KPK, meski belum tentu putusan praperadilan hakim lain akan sama dengan putusan Sarpin.
Untuk menghindarkan praperadilan, Ruki juga harus mendorong kasus korupsi lain yang sudah lama ditangani KPK untuk diselesaikan dan segara dibawa ke pengadilan. Upaya praperadilan otomatis gugur ketika pokok perkaranya sudah disidangkan.
Publik tentunya berharap KPK di bawah Ruki dkk yang akan memimpin KPK hingga Desember 2015 tetap mengedepankan pemberantasan korupsi dengan tidak pandang bulu. Korupsi adalah korupsi! Gratifikasi adalah awal dari korupsi. Selain pemberantasan, aspek pencegahan harus dilakukan untuk mengurangi korupsi di Indonesia.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000012155619
Tidak ada komentar:
Posting Komentar