Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 17 Maret 2015

TAJUK RENCANA: Di Mana Posisi Nawacita?

Pertanyaan itu pantas diajukan, khususnya mengenai program Nawacita dalam pemberantasan korupsi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Dalam dokumen Nawacita yang disampaikan Jokowi- Kalla itu ditegaskan komitmen pasangan Jokowi-Kalla memberantas korupsi. Keduanya menyatakan menolak negara lemah dalam pemberantasan korupsi. Bahasa dalam dokumen itu terang dan jelas. "Kami berkomitmen membangun politik legislasi yang jelas, terbuka, serta berpihak pada pemberantasan korupsi. Kami akan mendukung keberadaan KPK, yang dalam praktik pemberantasan korupsi telah menjadi tumpuan harapan masyarakat."

Kita tulis Nawacita untuk mengingatkan kita semua soal program pemberantasan korupsi Jokowi-Kalla. Karena itu, inisiatif menteri yang bertentangan dengan semangat Nawacita harus dikoreksi karena tidak sesuai dengan visi presiden. Bukankah Presiden Jokowi sendiri pernah mengatakan, "Tidak ada visi menteri, yang ada adalah visi presiden"?

Membuka kembali Nawacita menjadi relevan jika kita mengikuti diskursus pengenduran aturan pemberian remisi bagi terpidana korupsi. Wacana pengenduran aturan pemberian remisi itu disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassona Laoly. Menteri yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berencana mengendurkan substansi Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.

Peraturan pemerintah itu memperketat syarat pemberian remisi bagi terpidana korupsi. Dalam PP itu diatur terpidana korupsi, terorisme, dan narkotika bisa mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat jika mau menjadi justice collaborator atau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan.

Menteri Yasonna berpendapat, pengetatan aturan terhadap terpidana korupsi diskriminatif dan melanggar hak asasi terpidana korupsi. Dia berencana merombak aturan dalam peraturan pemerintah itu dengan memberikan kelonggaran pemberian remisi kepada terpidana korupsi.

Langkah Menteri Hukum ini kontroversial dan bertentangan dengan semangat Nawacita. Korupsi adalah perbuatan yang melanggar hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Kita belum mengetahui apakah langkah pengenduran pemberian remisi terpidana korupsi merupakan inisiatif individu Menteri Hukum atau kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi.

Kita tak ingin pemberantasan korupsi memudar karena hanya akan menggembirakan koruptor dan meruntuhkan bangsa ini. Peluang memudarkan semangat pemberantasan korupsi, melalui isu pelemahan KPK, instruksi presiden soal pemberantasan korupsi yang memberikan ruang bagi KPK untuk pencegahan, serta pengenduran aturan pemberian remisi terpidana korupsi, harus sejalan dengan Nawacita dan semangat kebatinan bangsa ini.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Di Mana Posisi Nawacita?".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger