Penegasan itu disampaikan Presiden Jokowi saat berbicara dalam konferensi tahunan Forum Boao untuk Asia (BFA) 2015 di Pulau Hainan, Tiongkok. Penegasan itu menjadi menarik karena disampaikan Jokowi di Tiongkok yang pada 4 Maret lalu meningkatkan anggaran pertahanannya sebesar 10 persen menjadi 145 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.885 triliun). Dengan kenaikan anggaran pertahanan 10 persen pada tahun ini, itu berarti selama lima tahun berturut-turut angka anggaran pertahanan Tiongkok naik dua digit.
Memang membangun kekuatan militer merupakan hak setiap negara karena tiap-tiap negara berkepentingan untuk melindungi negara dan rakyatnya dari kemungkinan diserang negara lain. Kita tidak melupakan adagium Latin,
Namun, yang kita khawatirkan adalah jika pembangunan kekuatan militer Tiongkok itu memancing negara lain untuk turut membangun kekuatan militernya sehingga terjadi perlombaan senjata.
Persoalannya, Tiongkok memiliki benih-benih persengketaan wilayah dengan beberapa negara, baik di Laut Tiongkok Selatan maupun di Laut Tiongkok Timur. Di Laut Tiongkok Selatan, Tiongkok memiliki tumpang tindih klaim dengan Brunei, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan, sementara di Laut Tiongkok Timur dengan Jepang. Kita hanya bisa berharap pembangunan militer Tiongkok itu tidak dilakukan secara provokatif, dan tidak menggunakan kekuatan militernya untuk menggertak negara lain, terutama negara yang lebih kecil dan lebih lemah.
Sejak konflik Kamboja berakhir pada tahun 1991, bisa dikatakan sudah 24 tahun kawasan ini merasakan perdamaian. Kita tidak ingin perdamaian di kawasan ini terancam karena terjadi perlombaan senjata.
Dalam kaitan itu pula, kita menghargai pernyataan Presiden Jokowi bahwa bangsa-bangsa di Asia harus belajar dari masa lalu, belajar dari penderitaan karena perang dan penjajahan.
Kita sepenuhnya sadar bahwa terlalu naif jika kita berharap bahwa Tiongkok dan negara-negara lain di kawasan akan berubah hanya karena sebuah pidato. Diperlukan juga langkah-langkah lanjutan, seperti menggunakan Peringatan Ke-60 Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, 24 April mendatang, untuk mengingatkan para peserta betapa berbahaya jika kita membiarkan perlombaan senjata terus terjadi.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Lomba Senjata Tak Boleh Dibiarkan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar