Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 30 Maret 2015

TAJUK RENCANA: Perilaku Kekuasaan (Kompas)

Tabiat kekuasaan di Indonesia sebenarnya tidak banyak berubah dari satu kekuasaan ke kekuasaan yang lain. Kekuasaan selalu menjadi magnet.

Keadaan serupa tampak dari pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Setelah kemenangan diraih melalui Pemilu Presiden 9 Juli 2014, perilaku kekuasaan untuk menempatkan orang yang dinilai berjasa dalam sejumlah pos di badan usaha milik negara juga terjadi.

Sejumlah politisi dan sukarelawan ditempatkan di sejumlah pos komisaris BUMN, seperti industri perbankan dan telekomunikasi. Fenomena itu mulai ramai dipercakapkan di media sosial. Kritik juga dialamatkan kepada pemerintahan Presiden Jokowi-Kalla yang pada saat kampanye mengusung jargon "Revolusi Mental" dan tak ingin bagi-bagi kue kekuasaan.

Penempatan sejumlah "orang-orang berjasa" sebenarnya perilaku kekuasaan lama. Gejala itu juga terjadi pada pemerintahan sebelumnya. Yang membedakan hanyalah kapan penempatan orang berjasa itu dilakukan. Meski tidak ada batasan waktu yang eksak, penempatan sejumlah politisi dan sukarelawan di sejumlah pos komisaris terasa terlalu cepat. Pemerintahan Presiden Jokowi-Kalla belum berumur enam bulan dan juga belum menunjukkan kinerja yang memuaskan untuk menjawab permasalahan di negeri yang masih dikepung berbagai masalah.

Menteri BUMN Rini M Soemarno membela penempatan sejumlah sukarelawan dan politisi di sejumlah pos komisaris. "Mereka adalah sosok yang dinilai berintegritas, berpendidikan tinggi, dan berpengalaman di bidangnya" (Kompas, 20 Maret 2015).

Penempatan sejumlah politisi dan sukarelawan di sejumlah pos komisaris memang ada yang dinilai tepat pada posnya. Misalnya saja, mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution sebagai komisaris utama Bank Mandiri. Namun, ada juga nama yang masih dipersoalkan kompetensinya serta latar belakang pendidikannya. Belum lagi jika ada komisaris yang masih memegang rangkap jabatan dengan posisi lain.

Masalah bisa saja muncul jika dihadapkan pada masalah perusahaan dengan tata kelola yang baik. Penunjukan direksi dan komisaris haruslah berdasarkan pada integritas dan kompetensi dan bukan semata-mata pada balas jasa politik. Prinsip perusahaan dengan tata kelola baik menuntut dikemukakannya prinsip transparansi, akuntabel, responsibel, independen, dan fairness. Sudahkah prinsip itu diterapkan?

Dalam UU Perseroan Terbatas, direksi dan komisaris dituntut memiliki kompetensi dalam menjalankan tugasnya. Komisaris bertugas mengawasi dan memberikan advis kepada direksi dalam menjalankan usahanya. Tugas dan tanggung jawab direksi dan komisaris itu berat. Terlebih lagi jika dihadapkan pada tantangan Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2016. Kita berharap posisi penting dan strategis diisi oleh orang yang tepat, posisi yang tepat, dan waktu yang tepat pula.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Perilaku Kekuasaan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger