Tuduhan Beijing itu dilontarkan setelah Menteri Pertahanan AS Ashton Carter, di Hawaii, Rabu (27/5), meminta negara yang memiliki klaim wilayah di Laut Tiongkok Selatan untuk secara permanen menghentikan pembangunan di gugus pulau di perairan itu. Carter menambahkan, "Kami menginginkan semua persengketaan diselesaikan secara damai, dan menentang langkah militerisasi atas persengketaan wilayah yang ada."
Laut Tiongkok Selatan memiliki potensi konflik yang tinggi. Ada enam negara yang memiliki tumpang tindih klaim wilayah di perairan itu, yakni Brunei, Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Tiongkok.
Dalam berhadapan dengan Tiongkok yang merupakan negara raksasa, baik dalam jumlah penduduk maupun dalam kekuatan angkatan bersenjata, posisi empat negara ASEAN agak tertekan. Namun, dengan bayang-bayang AS di belakangnya, Filipina berani bergerak secara leluasa di perairan itu sehingga kapal-kapal Filipina paling sering berurusan dengan kapal-kapal patroli Tiongkok.
Kedekatan Filipina dan AS yang sering diwujudkan dalam latihan militer bersama Filipina dan AS di perairan tersebut diprotes Tiongkok. Padahal, latihan serupa sudah dilakukan sejak lama. AS, melalui Armada VII yang beroperasi dari Diego Garcia di Samudra Hindia hingga Guam di Samudra Pasifik, menganggap penting keleluasaan kapal-kapal bergerak di Laut Tiongkok Selatan. Oleh karena Laut Tiongkok Selatan merupakan jalur perdagangan laut yang terpenting di dunia.
Ketegangan Tiongkok dan AS di Laut Tiongkok Selatan meningkat ketika baru-baru ini AS merilis foto-foto satelit yang menunjukkan Tiongkok melakukan pembangunan besar-besaran di salah satu gugus pulau yang masih menjadi tumpang tindih klaim wilayah. Bukan itu saja, Tiongkok pun secara sepihak menjadikan wilayah udara di atas gugus pulau yang dibangun itu sebagai zona militer khusus.
Tiongkok menyebut foto-foto pembangunan di gugus pulau yang dirilis AS itu dilakukan untuk menakut-nakuti negara-negara kawasan. Mungkin tuduhan Tiongkok itu benar, tetapi sesungguhnya bukan itu persoalan utamanya. Persoalan utamanya adalah Tiongkok harus menghentikan proses pembangunan yang dilakukannya karena itu dilakukan di wilayah tumpang tindih klaim. Selesaikan dulu persengketaan wilayahnya, baru pembangunan boleh dilakukan. Apa yang dikatakan oleh Menteri Pertahanan AS Ashton Carter sudah benar. Selesaikan sengketa secara damai. Dan, itu dapat dilakukan jika negara-negara yang bersengketa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, tanpa ada yang merasa lebih kuat daripada yang lain.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Selesaikan Sengketa secara Damai".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar