Seraya menyampaikan selamat berhari jadi ke-50, saya berharap Kompas terus menjadi kompas. Kompas dalam pemilihan informasi, kompas dalam pemilah-milahan fakta, rumor, opini, dan kompas dalam menggali inspirasi.
Harapan untuk relasi Kompas dengan publik itu pada level personal telah terjadi pada diri saya. Saya selalu melakukan "konfirmasi" ke Kompas untuk berita-berita penting.
Berita televisi terlalu cepat berlalu hingga sulit dimengerti duduk perkaranya. Beritaonline terlalu pendek atau terlalu panjang dengan bumbu misi tertentu. Berita koran lokal selalu tak tuntas dan alurnya pun melompat-lompat. Maka saya harus mendapat konfirmasi dariKompas.
Berita-berita pilihan Kompas terasa sangat sesuai dengan dinamika masyarakat. Ketika ada banyak peristiwa yang sama-sama layak diberitakan,Kompas selalu cerdas memilih dan cerdas menempatkannya. Tentu pemilihan semacam itu mengandung subyektivitas. Namun, justru di sinilahKompas berfungsi sebagai kompas dengan baik.
Kompas selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa menimbulkan nuansa kaku. Sebuah kreativitas dan pembudayaan yang luar biasa. Tetap luwes, tak berbelit-belit, tetapi akurat dan berbobot.
SAPTOPO B ILKODAR PERUMAHAN UPN BLOK B/50, KREGAN, WEDOMARATANI, NGEMPLAK, SLEMAN, DI YOGYAKARTA
Suara Hati Nurani
Usia setengah abad menjadikan Kompasmatang memberitakan hati nurani rakyat. Hati nurani rakyat Indonesia, bukan hanya Jakarta! Dan saya (berusia 63 tahun) selama 40 tahun adalah seorang di antara jutaan rakyat yang membaca Kompas.
Hati-hati, di zaman Orde Baru bahkan sangat hati-hati, membuat Kompas tidak diberedel pemerintah yang tiran. Di era kebebasan pers, Kompas berhati-hati untuk tidak menjadi pers sensasional, temperamental, parsial, corong tertentu, main drama, dan bombastis.
Persaingan media massa di zaman internet, media sosial, fotografi, teknik cetak jarak jauh, menjadi sengit yang, kalau tidak dihadapi dengan cerdas dan gesit, memungkinkan koran tidak berumur panjang. Kompas piawai menghadapi kenyataan itu.
Tajuk Rencana, Mang Usil, opini pakar, berita utama halaman pertama, dan tiap halaman (dengan puspa ragam berita dan foto) impresif. Berita kecil Kilas, Surat kepada Redaksi, Langkan, Acara Hari Ini, pun informatif.
Penggunaan bahasa Indonesia baku sesuai ejaan yang disempurnakan dan rubrik Bahasa perlu diapresiasi. Dalam menggunakan titik seperti dalam Prof. Dr. terjadi perbedaan. Kompas mengeja Prof Dr (tanpa titik).
Kompas Minggu menjadi penyegar. Kehadiran halaman terutama Seni perlu. Di sana bisa dibaca cerpen berkadar sastra.
Semua merefleksikan cita-cita Pak PK Ojong dan Pak Jakob Oetama. Semoga surat kabar mereka berangkat dari peristiwa kebudayaan, kemanusiaan, dan ya, jadi kompas amanat hati nurani rakyat.
DARMAN MOENIR, SASTRAWAN, TINGGAL DI JL PASAMAN II, SITEBA, KELURAHAN SURAU GADANG, KECAMATAN NANGGALO, PADANG
Mang Usil yang Tidak Usil
Selamat 50 tahun, Kompas!
Mang Usil-nya kok semakin kurang usil?
JC TUKIMAN TARUNA, JL PENYU I NO 8 UNGARAN 50511, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH
"Kompas" sebagai Rujukan Informasi
"Tanpa Kompas, belum pas". Itulah ikonKompas. Narasi ikon tersebut terkesan datar, tidak provokatif dalam merenggut perhatian pembacanya. Namun, justru di situlah kekuatannya.
Kompas termasuk koran yang berumur panjang dengan tren progresif. Artinya Kompas memang mampu menjaga loyalitas pembaca dengan terus mengadopsi perkembangan iptek terkait.
Dari pengamatan saya, banyak faktor yang membuat Kompas menjadi rujukan pembaca.
Pertama, sejak kelahirannya, Kompasterus berusaha membangun netralitas dalam menyajikan berita. Artinya berita yang menjadi kandungan Kompas tidak terlalu kental berpihak pada kelompok atau ideologi tertentu.
Kompas berusaha menjadikan dirinya sebagai sumber berita an sich. Tanpa memasukkan aspek provokasi atau keberpihakan berlebihan terhadap kepentingan tertentu meski aroma keberpihakan tersebut dalam kualitas tertentu tetap ada.
Kedua, Kompas berusaha menyajikan kandungan berita atau iklan sesuai dengan standar profesionalisme. Kandungan berita Kompas nyaris ajek secara faktual.
Sampai saat ini Kompas tidak terjebak mempraktikkan kolusi antara media dan sumber berita dalam rangka menggiring opini tertentu, yang disebut framing.
BAHRUL ILMI YAKUP, JALAN LINGKAR ISTANA NO 01, DEMANG LEBAR DAUN PALEMBANG
Refleksi Perjalanan Selama 50 Tahun
Memasuki usia emas merupakan sebuah pencapaian yang patut disyukuri dan layak untuk dirayakan.
Kompas tidak saja menjadi penunjuk arah, tetapi menjadi bagian dari bangsa ini, memberikan kontribusi bagi negara, dan turut serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kompas telah membuka mata banyak pihak, menguak berbagai peristiwa, dan menjaga nilai-nilai luhur bangsa ini. Tidak itu saja. Membaca Kompas adalah membaca kehidupan. Kehidupan yang tidak saja melulu soal tubuh dan sukma, tetapi di dalamnya terdapat rasa, peradaban, budaya, seni, semangat, masa depan, dan alam semesta yang menyertainya.
Idealisme yang diusung Kompas sejak awal media ini diterbitkan hendaknya tetap terus dihidupi dan jangan sampai tergerus oleh zaman.
Independensi juga menjadi bagian penting untuk terus ditegakkan. Kita tidak bisa membayangkan jika ke depan kemandirian dan independensi itu bisa dibeli oleh penguasa, pemilik modal, atau elite yang haus kekuasaan. Jika itu yang terjadi, Kompas tinggal menunggu waktu untuk ditinggalkan semua orang.
Kompas tidak lagi muda. Generasi yang akan hidup di masa-masa yang akan datang adalah generasi digital yang secara perlahan-lahan tetapi pasti akan meninggalkan segala sesuatu yang serba ribet, butuh ruang dan waktu, dan tidak efektif.
Ke depan Kompas harus dengan rendah hati belajar memahami apa yang dimaui generasi yang bakal hidup di masa yang akan datang. Kandungan Kompas yang selama ini memanjakan generasi tertentu, dan atau kalangan tertentu, mau tak mau, suka tidak suka, harus perlahan-lahan bertransformasi menjadi bagian dari masa depan tanpa meninggalkan idealisme dan independensi.
Dalam hemat saya, cita-cita luhur Jakob Oetama dan kawan-kawan yang menggagas dan melahirkan Kompassudah tercapai. Kompas hari ini adalahKompas yang sudah hampir ideal sebagai salah satu media yang memberi andil bagi nusa dan bangsa. DirgahayuKompas, jayalah selalu!
ANT GUNTUR RAHMADI, JALAN MT HARYONO, KARANG KIDUL, SEMARANG TENGAH, SEMARANG
Tentang Komik "Batara"
Mengikuti alur cerita hingga episode 170 di harian Kompas medio Januari 2015, sungguh suatu transformasi yang tak terduga bila sang pendekar lengan tunggal, Batara, masih hidup hingga abad ini.
Flashback sedikit. Kisah Batara (juga Mandala-Siluman Sungai Ular) adalah karya legendaris komikus Mansyur Daman atau yang lebih dikenal dengan inisial MAN.
Saya tidak ingat persis tahun berapa mulai menggemari dan membaca komik-komik ini. Yang jelas antara akhir 1970-an sampai 1980-an komik-komik ini menjadi bagian dari kenangan saya semasa bocah SD-SMP. Masa tersebut adalah era keemasan komikus lokal di mana komik-cersil menjadi bacaan favorit dan begitu mudah didapatkan karena banyaknya taman bacaan umum. Sungguh rasanya romantisisme komik era ini tak akan pernah terulang kembali.
Generasi sekarang mungkin hampir tak ada yang familier dengan komik asli karya anak bangsa sendiri. Kebanyakan mungkin lebih menggemari manga-anime komik Jepang.
Terima kasih kepada harian Kompas atas romantisisme komik yang telah dihadirkan.
BUDIMAN ONG, PERUM OPI, KECAMATAN BOJONGLOA KIDUL, BANDUNG
Mendukung NKRI
Saya mulai membaca Kompas sejak umur 11 atau 12 tahun sewaktu masih sekolah di Sekolah Dasar Bukittinggi, Sumatera Barat. Saat ini umur saya hampir 49 tahun, jadi kira-kira sudah 37 tahun saya membaca Kompas.
Hal-hal yang menarik bagi saya terhadapKompas adalah sumber berita yang dapat dipercaya, akurat, teliti, dan jauh dari gosip yang tidak jelas kebenarannya. Kedalaman berita Kompas sangat memberi informasi terhadap saya. Keseimbangan Kompas dalam menyampaikan berita sangat mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berita perkembangan teknologi terkini juga memberi manfaat bagi saya, terutama teknologi otomotif, elektronik, gawai, perabot, dan properti.
Opini dan Surat Pembaca sangat menarik bagi saya. Saya juga rutin membaca tempat-tempat wisata, baik luar negeri maupun dalam negeri. Saya menyarankan agar Kompas membahas tempat-tempat wisata dalam negeri.
Saran saya agar setiap kabupaten/kota dapat ditampilkan secara bergiliran diKompas sehingga masyarakat mengenal obyek wisata dalam negeri. Perjalanan wisata akan menggerakkan perekonomian bangsa, mulai dari agen perjalanan, transportasi, penginapan, pembuat suvenir, pemerintah, hingga masyarakat sekitarnya.
Majulah Kompas, majulah negara tercinta Republik Indonesia.
SYAIFULLAH, KOMPLEKS PERUM PT SEMEN TONASA, KELURAHAN BONTOA, KECAMATAN MINASA TE'NE, PANGKEP, SULAWESI SELATAN
Wawasan Nusantara
Kompas adalah media cetak yang menusantara, memberi arah dan pedoman dalam menghadapi keanekaragaman di Nusantara; memberi pemahaman, perspektif, dan pemahaman yang menyeluruh tentang permasalahan di Nusantara. Liputan yang tegas mengedepankan hati nurani dengan memberikan sudut pandang yang berbeda.
Kompas memberikan ketajaman dalam melihat permasalahan dengan riset dan statistik yang disajikan, pemahaman yang utuh dan menyeluruh dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, kajian yang komprehensif dalam melihat permasalahan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, ideologi, hukum, iptek, lingkungan hidup dan olahraga menjadikan Kompas sebagai anchor news di Indonesia.
Kompas mengalirkan informasi dan wawasan nusantara dengan nurani.Kompas adalah Nusantara dan Bhinneka Tunggal Ika. Selamat ulang tahun,Kompas.
WAHYU JATMIKO KRIS, AMBARUKMO RESIDENCE, CONDONG CATUR, DEPOK, SLEMAN
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar