Alat-alat besar sudah menderu-deru, membuat getaran yang mahadahsyat, dan merugikan warga setempat karena tembok rumah menjadi retak dan genteng runtuh. Bising yang berasal dari proyek itu juga menciptakan rasa tidak nyaman, di samping debu bertebaran yang sangat mengganggu kesehatan.
Seharusnya proyek dilaksanakan setelah ganti rugi tanah selesai. Apakah pola-pola ini sengaja diciptakan untuk meneror warga: dikondisikan agar warga merasa tidak betah dan dapat ditekan seenaknya. Ingat, ini bukan pola kerja yang baik, tidak terpuji, mau menang sendiri.
Kami memiliki tanah dan bangunan, taat membayar pajak. Tolong agar kami diperlakukan manusiawi.
BUDI RAHARDJO
PANGKALAN JATI BARU, CINERE, DEPOK, JAWA BARAT
____
Kaki Lima
Pedagang di kaki lima akan menjadi persoalan sepanjang masa jika pemerintah memperlakukan mereka dengan cara konvensional: usir, datang lagi; usir, datang lagi. Di Lapangan Monas, Jakarta, pedagang kaki lima menyerang petugas dan merusak fasilitas umum. Ini sungguh keterlaluan. Sama-sama keterlaluan: petugasnya dan pedagang kaki limanya.
Lebih dari delapan tahun lalu saya menulis saran di Kompas (Selasa, 16 Januari 2007) yang intinya adalah pemerintah jangan lagi mengurus serta mengusir-usir pedagang kaki lima, tetapi hukum atau dendalah pembeli yang berbelanja tidak pada tempatnya. Jika sudah tidak ada yang membeli, pedagang kaki lima pasti akan kapok berjualan di tempat terlarang.
Meski tidak ada hubungannya dengan saran saya di Kompas waktu itu, saya setuju dengan apa yang dilakukan Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung. Di Bandung pembeli akan didenda Rp 1 juta bila berbelanja di tempat terlarang. Ada baiknya seluruh pemerintahan di Indonesia meniru kebijakan Ridwan Kamil agar waktu dan energi kita tidak terkuras hanya untuk mengurus pedagang kaki lima. Saya yakin pedagang kaki lima kita bisa disiplin.
SYAIFUL PANDU
PEKANBARU
____
Layak Kliping
Kompas adalah satu dari sedikit koran yang mempunyai reputasi sebagai koran yang layak kliping. Saya menyatakan demikian karena Kompas memenuhi syarat ihwal kerapian tata letak kolom dan desain halamannya.
Sebagai salah satu patokan, desain halaman yang layak kliping diperhatikan: tata letak setiap kolom dalam satu lembar halaman bolak-balik.
Jika di lembar yang sama ada dua sisi kertas dengan halaman berbeda menempati area yang sama, tetapi keduanya memuat kolom informasi yang sama bagus dan layak kliping, jangan sampai salah satu sisi menjadi korban mutilasi oleh sisi sebaliknya. Tujuannya agar setiap informasi dari setiap jengkal halaman koran bisa didokumentasikan dengan baik.
Sayangnya, yang terjadi pada KompasMinggu (14/6) halaman 13 dan 14, tepatnya pada halaman rubrik "Udar Rasa" yang diletakkan tepat di balik rubrik TTS, tidak memenuhi persyaratan layak kliping. Masalahnya rubrik TTS mengharuskan pesertanya menggunting kupon yang nantinya ditempel di amplop untuk dikirim ke redaksi TTS Kompas.
Bagi penikmat koran sekali baca, mungkin hal seperti ini bukan suatu masalah. Namun, bagi seorang pengkliping sekaligus pengikut setia rubrik TTS Kompas, saya harus mengorbankan salah satunya. Akhirnya saya putuskan untuk menggunting kupon TTS tersebut sehingga ada sedikit informasi bermanfaat di kolom "Udar Rasa" yang saya "korbankan". Walau terlihat sepele, hal-hal kecil seperti ini menyangkut secuil kepuasan bagi penikmat koran cetak, seperti saya yang menjadikan koran sebagai hiburan.
Solusi yang bisa diambil adalah meletakkan kolom iklan di balik rubrikTTS Kompas, seperti edisi-edisi sebelumnya. Saya harap masukan ini dapat melengkapi kesempurnaan desain halaman koran Kompas versi cetak, dan menjadi masukan berharga bagi tim desain Kompas pada edisi-edisi berikutnya.
Terima kasih.
CHANDRA PERKASA ALAM
JALAN SEMOLOWARU TIMUR 2/37, SUKOLILO, SURABAYA
Redaksi
Terima kasih untuk kejelian Saudara. Masukan Saudara kami perhatikan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Juni 2015, di halaman 7 dengan judul "Proyek Jalan Tol Desari Meneror Warga Setempat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar