Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 22 Juli 2015

Bila KPK Mencegah Korupsi (DEDI HARYADI)

Tantangan bagi KPK ke depan dalam mencegah korupsi adalah bagaimana menjadikan sikap anti korupsi bukan sebagai gaya hidup, melainkan  sebagai cara hidup bagi individu dan institusi (pemerintah, penegak hukum, militer, bisnis, ormas, dan LSM).

Sikap anti korupsi itu, sederhananya, berani menolak terlibat, menghalangi kemungkinan terjadinya, serta mengungkap dan melaporkan (kepada penegak hukum) kalau peristiwa korupsi sudah berlangsung.  Dengan limitasi  yang ada, sejauh ini KPK sebenarnya   sudah berusaha keras ke arah itu.

Upaya keras itu sayang kurang dikenali publik karena bias liputan media yang cenderung lebih suka mengekspos peristiwa  terungkap dan tertangkapnya tersangka koruptor. Apalagi kalau yang jadi tersangkanya itu pesohor: pejabat, politisi, aparat penegak hukum, dan artis.

Selain itu  memang hasil dan dampak dari upaya pencegahan tersebut  belum terasa menggigit.  Kasus korupsi dengan modus yang sama kerap berulang. Itu pertanda pencegahan korupsi yang dikembangkan selama ini belum berhasil  mengendalikan risiko korupsi  ke tingkat minimal. Contoh menarik, seorang kepala daerah terbukti menyuap hakim untuk perkara korupsi dana bantuan sosial, padahal beberapa bulan sebelumnya ia menandatangani pakta integritas. Jelas pakta integritas sudah kehilangan roh dan kesaktiannya untuk mencegah korupsi.

Penyebabnya karena upaya pencegahan korupsi itu belum terstruktur, sistematis, dan masif. Terstruktur itu berkaitan peran KPK dalam bingkai upaya pencegahan secara keseluruhan. Sejauh ini memang perannya sentral, tetapi peran koordinatif dan orkestratifnya belum muncul.

Sistematis berkaitan koneksi dan interkoneksi satu inisiatif  pencegahan dengan inisiatif  pencegahan lain. Malah  yang paling penting dalam terma sistematis ini adalah bagaimana interkoneksi upaya pencegahan dengan isu yang sama sekali  berbeda.  Misalnya, bagaimana mengaitkan upaya mendorong perbaikan tata kelola pemerintah daerah dengan menggunakan kebijakan fiskal.  Perspektif dan keterampilan inilah yang masih terasa kurang.

Istilah masif berkaitan kedalaman dan keluasaan keterlibatan auktor dan mobilisasi sumber daya lain di luar KPK. Upaya pencegahan korupsi selama ini masih kurang 1) melibatkan organisasi warga, asosiasi profesi, serikat buruh, serikat tani, asosiasi bisnis, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, serikat jurnalis, dan lain-lain; dan 2) belum  mengoptimalkan  mobilisasi sumber daya (finansial dan nonfinansial) di luar KPK.  

Upaya pencegahan korupsi itu  butuh beragam keahlian yang tak mungkin bisa dipenuhi oleh kompetensi dan keahlian lima orang komisioner KPK.  Serikat Pekerja PLN, misalnya, yang didalamnya berisi orang dengan berbagai keahlian, bisa  didorong terlibat mencegah korupsi di sektor pengelolaan energi.  Demikian juga Persatuan Insinyur Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain bisa didorong untuk tujuan yang sama.

Pada tataran progmatik,  desain dan menu pencegahan korupsi memang  masih terbatas. Dengan sendirinya ini membatasi pilihan dan kemungkinan orang untuk bisa terlibat. Selain itu, daya resonansinya masih kurang.  Resonansi itu bicara tentang bagaimana institusi non- KPK atau orang yang bukan aktivitas anti korupsi ikut terenyuh, tersentuh, kemudian tumbuh empati, dan akhirnya terlibat dalam upaya pencegahan korupsi.

Orkestrasi gerakan sosial

Rasanya tak mungkin sikap anti korupsi akan jadi cara hidup  kalau  itu diupayakan dengan cara yang masih sporadis, terfragmentasi, temporer, eksklusif, dan elitis.  Bagaimana supaya  pencegahan korupsi lebih terstruktur, sistematis, dan masif sehingga lebih berhasil guna? 

Pertama,  mendorong dan mengorkestrasi gerakan sosial anti korupsi yang kuat dan efektif secara sektoral (bisnis/urusan) atau spasial/kewilayahan.  Dorong organisasi warga, asosiasi profesi, asosiasi bisnis, serikat buruh, serikat tani,  untuk mengembangkan gerakan anti korupsi di wilayah, bisnis, dan sektor masing-masing. Organisasi warga yang kuat bisa didorong untuk mengawasi pengelolaan APBD atau BUMD di tiap tingkat kota/kabupaten dan provinsi. 

Inisiatif ini bisa ditempatkan dalam kerangka kontestasi dan kompetisi: siapa yang paling kuat dan efektif mengawasi pemerintah daerah atau perusahaan.  Memberi penghargaan bernilai semacam "Anugerah Gerakan Sosial Anti Korupsi" kepada mereka yang paling kuat dan efektif dalam gerakan anti korupsi sangat mungkin dilakukan.   

Kedua, mendorong munculnya insentif fiskal  yang merangsang  pemerintah daerah (kota/ kabupaten/provinsi) untuk mengembangkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Pemerintah daerah yang sukses menjadikan tata kelolanya lebih partisipatif, transparan, akuntabel, dan patuh pada peraturan bisa mendapatkan tambahan anggaran, misalnya dalam bentuk dana alokasi umum atau dana alokasi khusus.  KPK harus bermitra dan bekerja sama dengan Kemenkeu, Kemendagri, Kemenpan dan RB dalam mendesain ini.

Ketiga, mendorong inovasi sosial/kelembagan dan teknologi yang  berkontribusi pada pencegahan korupsi. Nilai sosial dan cara hidup baru, tata kelola baru (dalam organisasi apa pun), yang kedap korupsi harus ditemukan dan dikembangkan. Demikian juga teknologi-baik dalam pengertian sebagai alat, cara kerja atau cara berpikir-yang mengurangi kecenderungan perilaku koruptif harus ditemukan dan dikembangkan.  Memberikan penghargaan kepada inovator dalam bidang ini perlu dilakukan.

Keempat, mendorong  budaya korporasi berintegritas dengan cara mengembangkan  etika dan program pengendalian risiko korupsi di berbagai perusahaan, khususnya BUMN. Untuk memantau perkembangan integritas bisnis BUMN dari waktu ke waktu, KPK  bisa mengembangkan instrumen monitoringnya berupa procurement integrity index.

Keuangan parpol

Kelima,   mendorong integritas pengelolaan keuangan partai politik.  Sebagai kendaraan kita dalam berdemokrasi dan juga dalam mencapai tujuan bernegera, parpol harus berintegritas tinggi dalam mengelola keuangannya. KPK  bisa mengembangkan indeks integritas pengelolaan keuangan parpol.  Nanti akan terlihat integritas parpol dalam rentangan waktu.. 

Ada tiga manfaat sekaligus kalau KPK bisa membangun instrumen monitoring ini: 1)  mendorong etika dan program pengendalian risiko korupsi dalam tubuh parpol, 2) memengaruhi preferensi pemilih; dan 3) integritas pengelolaan keuangan parpol bisa jadi dasar bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan alokasi dana bantuan kepada parpol. Besaran alokasi dana bantuan dipengaruhi  oleh integritas parpol tersebut dalam mengelola keuangannya.

Keenam, kerja-kerja jurnalisme investigatif sangat penting dalam mengembangkan  gerakan sosial anti korupsi. Karena itu, KPK harus ikut ambil bagian penting dalam memperkuat  jurnalisme investigatif.  Memperkuat itu bisa berarti KPK  mengembangkan kerja sama, kemitraan, dan jejaring kerja yang baik dengan jurnalis,  media, asosiasi jurnalis nasional-lokal dan internasional-untuk mengembangkan jurnalisme investigatif.  Selain memang media sudah berperan sebagai kontrol sosial , kerja-kerja jurnalis dan media di bidang ini  juga menyediakan bahan mentah, setengah matang atau malah hampir matang bagi KPK dalam mengembangkan penindakan kasus korupsi.  Tak tertutup kemungkinan KPK juga bisa membidani lahirnya institut yang mengembangkan pendidikan jurnalisme investigatif.

Ketujuh, manajemen pengetahuan gerakan anti korupsi.  KPK harus ikut ambil bagian dalam  membangun dan mengakumulasi badan pengetahuan tentang  gerakan anti korupsi. Kalau mau memenangi pertarungan melawan korupsi,  KPK  juga harus dominan dan hegemonik dalam wacana anti korupsi.

Ketujuh poin tersebut sekadar contoh, yang mungkin bisa jadi inspirasi dalam mengembangkan program pencegahan korupsi  di masa mendatang.  Masih banyak opsi yang tersedia  untuk  memperkuat dan meningkatkan efektivitas pencegahan korupsi. Artinya, menjadikan sikap anti korupsi sebagai caru hidup bukanlah hal yang mustahil.

DEDI HARYADI

DEPUTI SEKJEN TRANSPARANSI INTERNASIONAL INDONESIA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Juli 2015, di halaman 7 dengan judul "Bila KPK Mencegah Korupsi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger