Pada hari Senin (29/6), Jaksa Agung Mesir Hisham Barakat tewas dalam serangan bom mobil yang menghantam iring-iringan kendaraan Jaksa Agung di Distrik Heliopolis, Kairo. Barakat sempat dikabarkan lolos dari serangan bom mobil itu, tetapi tidak lama kemudian dari rumah sakit dikabarkan bahwa ia meninggal dalam perawatan.
Kita bertanya-tanya, mengapa kekerasan berdarah itu yang dijadikan pilihan. Dari peristiwa yang terjadi selama ini tampak jelas bahwa kekerasan berdarah itu dilakukan dengan dua tujuan. Pertama, ditujukan kepada seseorang atau sekelompok tertentu untuk membalas dendam. Kedua, hanya untuk menimbulkan rasa ketakutan atau rasa gentar pada suatu kelompok atau negara tertentu.
Untuk yang pertama, sasaran dari kekerasan berdarah itu jelas, yakni seseorang, sekelompok, atau negara tertentu. Walaupun sulit bagi kita untuk menerimanya, alasannya masih dianggap masuk akal. Tampaknya kekerasan berdarah yang dialami Barakat termasuk ke dalam pilihan pertama, yakni balas dendam.
Gerakan Perlawanan Rakyat di Giza melalui akun Facebook menyatakan bertanggung jawab atas pembunuhan Barakat. Gerakan Perlawanan Rakyat disebut-sebut sebagai loyalis Ikhwanul Muslimin (IM). Tampaknya klaim Gerakan Perlawanan Rakyat itu paling terterima. Oleh karena itu, sebagai Jaksa Agung, Barakat mengambil sikap keras kepada kubu oposisi, khususnya IM. Barakat dianggap bertanggung jawab atas vonis hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan kepada para aktivis dan tokoh oposisi, termasuk mantan Presiden Muhammad Mursi.
Namun, kita tidak menutup kemungkinan kelompok lain berada di belakang ledakan bom terhadap Barakat mengingat dalam dua tahun terakhir, semua aksi kekerasan di Mesir diklaim Bait al-Maqdis yang kelompok loyalis Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Yang lebih mengerikan adalah pilihan yang kedua, kekerasan berdarah itu dilakukan hanya untuk menimbulkan rasa gentar pada suatu kelompok atau negara tertentu karena sasarannya bisa siapa saja. Sering kali kita lihat bahwa yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang tidak berdosa, yang sama sekali tidak terkait dengan orang atau sekelompok orang yang melakukan kekerasan berdarah itu.
Seperti telah disebutkan di atas, kekerasan berdarah yang terjadi di beberapa negara akhir-akhir ini memperlihatkan kepada kita bahwa kekerasan belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Itu sebabnya, kita mengharapkan setiap negara, termasuk Indonesia, bertekad mencegah terjadinya kekerasan berdarah, apa pun alasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar