Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 22 Juli 2015

TAJUK RENCANA: Semua Pihak Perlu Menahan Diri (Kompas)

Seperti diduga, sikap agresif Tiongkok di wilayah tumpang tindih klaim di Laut Tiongkok Selatan mendorong peningkatan ketegangan di kawasan itu.

Pemerintah Filipina, Senin (20/7), mengajukan anggaran 25 miliar peso (sekitar Rp 7,4 triliun) untuk membeli 2 fregat, 2 pesawat pengintai jarak jauh, dan 3 radar pengawasan udara, yang akan digunakan untuk mengawasi wilayah tumpang tindih klaim di Laut Tiongkok Selatan.

Anggaran itu, yang merupakan bagian dari anggaran belanja pemerintah sebesar 3 triliun peso (sekitar Rp 888 triliun), akan diajukan ke Kongres pekan depan, sesudah Presiden Benigno Aquino III memberikan pidato kenegaraan terakhirnya, 27 Juli mendatang.

Menurut rencana, seluruh perlengkapan tempur yang baru itu akan ditempatkan di bekas Pangkalan Militer Amerika Serikat di Teluk Subic, 200 kilometer dari gugus karang di utara Filipina yang kini dikuasai Tiongkok.

Gugus kepulauan di perairan Laut Tiongkok Selatan itu merupakan wilayah tumpang tindih klaim di antara empat negara ASEAN (Brunei, Filipina, Malaysia, dan Vietnam), Taiwan, dan Tiongkok.

Dan, akhir-akhir ini, ketegangan di perairan itu meningkat sebagai akibat dari reklamasi dan pembangunan yang dilakukan oleh Tiongkok di salah satu gugus pulau di Kepulauan Spratly, Laut Tiongkok Selatan, yang menjadi wilayah tumpang tindih klaim itu.

Reklamasi dan pembangunan yang dilakukan Tiongkok sejak tahun lalu itu diprotes keras oleh Filipina, tetapi Tiongkok tidak peduli. Dari pencitraan satelit diketahui bahwa di atas salah satu pulau buatan hasil reklamasi, Tiongkok hampir menyelesaikan pembangunan lapangan terbang sepanjang 3 kilometer.

Amerika Serikat meminta kepada Tiongkok untuk menghentikan reklamasi dan militerisasi di daerah sengketa wilayah itu, dan mengupayakan penyelesaian damai sesuai hukum internasional. Sebaliknya, Tiongkok meminta Amerika Serikat untuk tidak memihak dalam sengketa wilayah di perairan Laut Tiongkok Selatan.

Permintaan itu dikeluarkan Beijing setelah Komandan Armada Pasifik Amerika Serikat Admiral Scott Swift, Sabtu lalu, melakukan misi pengintaian selama tujuh jam di atas perairan Laut Tiongkok Selatan dengan pesawat patroli P-8A Poseidon. Misi pengintaian itu merupakan bagian dari kunjungan Swift baru-baru ini ke Filipina.

Kita mengetahui bahwa peningkatan ketegangan di perairan Laut Tiongkok Selatan itu memang benar terjadi. Itu sebabnya, kita sangat berharap, baik Filipina, Tiongkok, maupun Amerika Serikat mau menahan diri dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang berpotensi membuat ketegangan di perairan Laut Tiongkok Selatan yang sudah tinggi itu kemudian terdorong menjadi tidak terkendali. Apalagi hingga berkembang menjadi konflik terbuka.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Semua Pihak Perlu Menahan Diri".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger